Page 152 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 152
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
cabang ilmu agama yang penting seperti fiqih, usuluddin, tafsir Qur’, hadis
dan tasawuf; bersama saudaranya Sunan Giri, dia pergi ke Mekkah dengan
singgah terlebih dahulu di Malaka, kemudian ke Pasai. Sulalatus Salatin (Sejarah
Melayu) mencatat kunjungan Sunan Bonang dan Sunan Giri ke Malaka sebelum
melanjutkan perjalanan ke Pasai. Sepulang dar Mekkah, dia ditugaskan oleh
ayahnya untuk memimpin masjid Singkal, Daha di Kediri. 19
Pada tahun 1498 M Sunan Bonang dipilih oleh sultan Demak yang pertama, untuk
menjadi imam pertama masjid agung Demak. Dalam tugasnya itu dia dibantu
oleh Sunan Kalijaga, Ki Ageng Selo dan wali yang lain. Di bawah pimpinannya,
Masjid Demak segera berkembang menjadi pusat keagamaan dan kebudayaan
terkemuka di pulau Jawa. Tetapi beberapa tahun kemudian, dia berselisih
pandangan dengan Sultan Demak dan memutuskan untuk mngundurkan diri
dari jabatannya sebagai imam masjid agung. Dari Demak Sunan Bonang pindah
ke Lasem, dan memilih desa Bonang sebagai tempat kegiatannya yang baru. Di
sini dia mendidirikan pesujudan dan pesantren. Beberapa karya Sunan Bonang,
khususnya Suluk Wujil, mengambil latar kisah di pesujudannya ini di mana dia
memberikan ajaran rahasia agama kepada muridnya, seorang bekas abdi dalem
Majapahit yang terpelajar bergelar Wujil . 20
Sunan Bonang adalah penulis prolifik. Karangan-karangannya dapat digolongkan
ke dalam dua kelompok: (1) Suluk-suluk yang mengungkapkan pengalamannya
menempuh jalan tasawuf dan beberapa pokok ajaran tasawufnya yang
disampaikan melalui ungkapan-ungkapan simbolik yang terdapat dalam
kebudayaan Arab, Persia, Melayu dan Jawa. Di antara suluk-suluknya ialah
Suluk Wujil, Suluk Khalifah, Suluk Kaderesan, Suluk Regol, Suluk Bentur, Suluk
Wasiyat, Suluk Pipiringan, Gita Suluk Latri, Gita Suluk Linglung, Gita Suluk
ing Aewuh, Gita Suluk Jebang, Suluk Wregol dan lain-lain. (2) Karangan prosa
seperti Pitutur Sunan Bonang yang ditulis dalam bentuk dialog antara seorang
guru sufi dan muridnya yang tekun. Bentuk semacam ini banyak dijumpai pada
sastra Arab dan Persia.
Suluk-suluk yang dikemukakan itu telah dicatat oleh Drewesn pada tahun 1968.
Drewes memberi catatan ringkas tentang isi suluk-suluk tersebut. Penggunaan
tamsil pencinta dan kekasih misalnya terdapat dalam Gita Suluk Latri yang
ditulis dalam bentuk tembang wirangrong. Suluk ini menggambarkan seorang
pencinta yang gelisah menunggu kedatangan Kekasihnya. Semakin larut
malam kerinduan dan kegelisahannya semakin mengusiknya, dan semakin larut
malam pula berahinya (`isyq) semakin berkobar. Ketika Kekasihnya datang dia
lantas lupa segala sesuatu, kecuali keindahan wajah Kekasihnya. Demikianlah
setelah itu sang pencinta akhirnya hanyut dibawa ombak dalam lautan
ketakterhinggaan wujud. Dalam Suluk Khalifah Sunan Bonang menceritakan
kisah-kisah kerohanian para wali dan pengalaman mereka mengajarkan kepada
orang yang ingin memeluk agama Islam. Suluk ini cukup panjang. Sunan
138