Page 153 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 153
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Bonang juga menceritakan pengalamannya selama berada di Pasai bersama
guru-gurunya serta perjalanannya menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Karya
yang tidak kalah penting ialah Suluk Gentur atau Suluk Bentur. Suluk ini ditulis
di dalam tembang wirangrong dan cukup panjang. 21
Gentur atau bentur berarti lengkap atau sempruna. Di dalamnya digambar jalan
yang harus ditempuh seorang sufi untuk mencapai kesadaran tertiggi. Dalam
perjalanannya itu ia akan berhadapan dengan maut dan dia akan diikuti oleh
sang maut kemana pun ia melangkah. Ujian terbesar seorang penempuh jalan
tasawuf atau suluk ialah syahadat da im qa im. Syahadat ini berupa kesaksian
c
c
tanpa bicara sepatah kata pun dalam waktu yang lama, sambil mengamati gerik-
gerik jasmaninya dalam menyampaikan isyarat kebenaran dan keunikan Tuhan.
Garam jatuh ke dalam lautan dan lenyap, tetapi tidak dapat dikatakan menjadi
laut. Pun tidak hilang ke dalam kekosongan (suwung). Demikian pula apabila
manusia mencapai keadaan fana’ tidak lantas tercerap dalam Wujud Mutlak.
Yang lenyap ialah kesadaran akan keberadaan atau kewujudan jasmaninya. 22
Dalam suluknya ini Sunan Bonang juga mengatakan bahwa pencapaian tertinggi
seseorang ialah fana’ ruh idafi, yaitu ‘keadaan dapat melihat peralihan atau
pertukaran segala bentuk lahir dan gejala lahir, yang di dalamnya kesadaran
intuitif atau makrifat menyempurnakan penglihatannya tentang Allah sebagai
Yang Kekal dan Yang Tunggal’. Pendek kata dalam fana’ ruh idafi seseorang
sepenuhnya menyaksikan kebenaran hakiki ayat Al-Qur`an 28:88 : “Segala
hal binasa kecuali Wajah-Nya”. Ini digambarkan melalui peumpamaan asyrafi
(emas bentukan yang mencair dan hilang kemuliannya, sedangkan substansinya
sebagai emas tidak lenyap. Syahadat da im qa im adalah kurnia yang dilimpahkan
c
c
Tuhan kepada seseorang sehingga ia menyadari dan menyaksikan dirinya
bersatu dengan kehendak Tuhan (sapakarya). Menurut Sunan Bonang, ada tiga
macam syahadat:
1. Mutawilah (muta`awillah di dalam bahasa Arab) Dalam suluknya
Sunan Bonang
2. Mutawassitah (Mutawassita) juga mengatakan
3. Mutakhirah (muta`akhira) bahwa pencapaian
tertinggi seseorang
ialah fana’ ruh idafi,
Yang pertama syahadat (penyaksian) sebelum manusia dilahirkan ke dunia yaitu yaitu ‘keadaan dapat
dari Hari Mitsaq (Hari Perjanjian) sebagaimana dikemukakan di dalam ayat al- melihat peralihan atau
Qur`an 7: 172, “Bukankah Aku ini Tuhanmu? Ya, aku menyaksikan” (Alastu bi pertukaran segala
rabbikum? Qawl bala syahidna). Yang ke dua ialah syahadat ketika seseorang bentuk lahir dan
menyatakan diri memeluk agama Islam dengan mengucap “Tiada Tuhan gejala lahir, yang di
dalamnya kesadaran
selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya”. Yang ketiga adalah intuitif atau makrifat
syahadat yang diucapkan para Nabi, Wali dan Orang Mukmin sejati. Bilamana menyempurnakan
tiga syahadat ini dipadukan menjadi satu maka dapat diumpamakan seperti penglihatannya
kesatuan transenden antara tindakan menulis, tulisan dan lembaran kertas yang tentang Allah sebagai
mengandung tulisan itu. Juga dapat diumpamakan seperti gelas, isinya dan gelas Yang Kekal dan Yang
yang isinya penuh. Bilamana gelas bening, isinya akan tampak bening sedang Tunggal’.
139