Page 22 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 22
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Ketiga, apa yang dikemukakan penulis sufi dalam kaitannya dengan moral
berkenaan dengan etika yang mereka susun sedemikian rupa. Dalam etika
sufi disebutkan, manusia harus mempertanggungjawab perbuatannya kepada
Tuhan, hati nuraninya sendiri dan masyarakat. Dari wawasan etika inilah
penekanan terhadap individualitas sufi lahir. Pengertian individualitas di sini
tidak boleh dikaburkan dengan individualisme.
Keempat, bagi penulis sufi Tauhid merupakan tema sentral ajaran Islam.
Kesadaran kolektif umat harus dibentuk berdasarkan tauhid, kendati terdapat
tingkat pemahaman yang berbeda-beda terhadap Tauhid. Dalam karya-karyanya
para sufi menekankan bahwa Tauhidlah sebenarnya yang mempertalikan individu
satu dengan individu lain, kelompok dan golongan satu dengan kelompok dan
golongan lain dalam masyarakat Muslim.
Kelima, di bidang estetika, Islam menyebutkan bahwa “Tuhan Maha Indah dan
Mencintai Keindahan”. Keindahan Tuhan bukan keindahan zahir dan rasional,
tetapi keindahan rohani dan transendental. Karya penulis sufi karenanya tidak
hanya menyuguhkan keindahan estetik (zahir), tetapi juga keindahan yang lebih
tinggi dari itu.
Para penulis sufi juga mengajarkan semangat persaudaraan dan egaliterianisme.
Kecuali itu, dengan memandang manusia sebagai khalifah Tuhan di muka
bumi maka berarti mereka telah menempatkan manusia sebagai pusat
dan penggerak utama perputaran peristiwa di dunia. Sebagai khalifah Tuhan
mereka memiliki kebebasan kehendak (freewill) dan harus menjalani kehidupan
berdasarkan freewill atau ikhtiar pribadinya.
Semua apa yang dikatakan itulah yang membentuk pandangan hidup dan
gambaran dunia penulis Muslim, yang kemudian diteruskan kepada khalayak
masyarakat luas. Tetapi seperti Braginsky (1992) mengatakan, karya-karya
penulis sufi Melayu itu bukan saja berhasil mempengaruhi dan ikut membentuk
pandangan hidup dan gambaran dunia masyarakat Melayu. Tetapi juga,
dalam batas tertentu, berhasil menyadarkan pembaca Nusantara tentang
betapa pentingnya budaya membaca dan menulis bagi perkembangan dan
kelangsungan peradaban. Hal ini disebabkan para penulis sufi mengajarkan
betapa pentingnya ilmu pengetahuan sebagai sarana mengenal Tuhan dan
memahami ajaran agama secara benar.
Salah satu puisi sufi Melayu yang terkenal ialah Syair Perahu, karangan seorang
pengikut Hamzah Fansuri:
Inilah gerangan suatu madah
Mengarangkan syair terlalu indah
Membetuli jalan tempat berpindah
Di sanalah i’tiqad diperbaiki sudah
8