Page 21 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 21
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Sastra Sufi
Di antara karangan-karangan yang memiliki kedudukan istimewa dalam
kesusastraan Islam ialah sastra sufi. Sastra sufi ditulis setelah pengarangnya
menjalankan disiplin keruhanian mengikuti ilmu tasawuf atau suluk. Yang
digambarkan adalah pengalaman keruhanian dan keadaan jiwa para sufi di
jalan tasawuf. Ada lima hal yang membuat karya penulis sufi penting. Pertama,
ia menyajikan bahwa alam kewujudan atau realitas itu memiliki tatanan
berjenjang. Untuk mengenal realitas dari tatanan yang berbeda diperlukan
metode pengetahuan dan sarana kerohanian/kejiwaan yang berbeda-beda pula.
Kewujudan di alam yang satu berkaitan dengan kewujudan di alam lain yang
berada di bawah dan di atasnya. Pengenalan tatanan kewujudan seperti itu
bertitik tolak dari ontologi dan kosmologi sufi. Tatanan tersebut berturut-turut
dari jenjang tertinggi sampai terendah ialah: (1) Alam Hahut dan Alam Lahut,
yaitu Alam Ketuhanan. Alam ketuhanan bersifat transendental; (2) Alam Jabarut
atau alam kerohanian, yang menjembatani alam di bawahnya dengan alam
ketuhanan; (3) Alam Malakut atau alam kejiwaan. Bentuknya yang sempurna
dimiliki manusia.; (4) Alam Nasut atau alam jasmani. Inilah yang bisa disaksikan
pancaindera kita.
Jika konsep di atas iturunkan kepada psikologi manusia menjadi seperti berikut:
(1) Alam kerohanian di tempat roh dan kalbu. Kalbu menempati tempat ini
karena hanya dengan kalbu manusia berkomunikasi dengan Tuhan. Karena itu
pula para sufi mengatakan bahwa dalam kalbu terdapat ‘rahasia ketuhanan’
(sirr Allah) yaitu sarana seseorang berbincang dengan Tuhan melalui budi
nuraninya. Karena itu hadis juga mengatakan bahwa “Dalam kalbu orang
beriman terdapat singgasana Tuhan”. (2) Alam kejiwaan atau mental ditempati
akal pikiran, imaginasi dan perasaan-perasaan yang jenisnya lebih tinggi dari
perasaan yang muncul dari alam yang di bawahnya. Alam ini juga disebut
Alam Misal atau alam halus, di mana dibangun cita-cita dan pandangan hidup
seseorang; (3) Alam jasmani ditempati nafs (jiwa) yang rendah, seperti nafsu
ammarah dan nafsu lawwamah.
Kedua, karya para sufi meneguhkan pentingnya sintesa pengetahuan empiris
(indrawi) dan pengetahuan rasional (akliah) dengan pengetahuan makrifat
yang diperoleh dengan petunjuk ilahi atau wahyu yang tertera dalam kitab
suci. Epistemologi sufi mengajarkan, dalam berhubungan dengan obyek-
obyek alam yang diperlukan ialah pengetahuan empiris, walaupun kadang-
kadang diperlukan pengetahuan rasional. Dalam berhubungan dengan
manusia dan masyarakat, serta dalam kaitannya dengan upaya mengolah alam
dan membangun peradaban, diperlukan pengetahuan rasional. Tetapi dalam
berhubungan dengan Tuhan untuk memperoleh petunjuk dan pengetahuan
tentang-Nya diperlukan makrifat, pengetahuan illuminatif (kasyf) dan penafsiran
mendalam terhadap wahyu-Nya dalam kitab suci.
7