Page 24 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 24

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    wajah Tuhan dan hakikat Tauhid hanya bisa diaksikan di ’medan yang qadim’,
                                    yaitu di alam metafisik atau ketuhanan. Medan yang  qadim dalam jiwa
                                    manusia mengambil tempat dalam kalbu. Para sufi menyatakan bahwa kalbu
                                    merupakan rahasia Tuhan (sirr Allah) dalam arti dalam kalbulah manusia bisa
                                    berdialog dengan Yang Maha Gaib. Itulah sebabnya dalam proses penyucian
                                    diri, kalbu mesti dikosongkan dari yang selain Tuhan. Penyair mengharap
                                    pembaca menjadikan puisi sebagai tangga naik menuju hakikat dirinya yang
                                    sejati. Perjalanan ruhani seorang ahli suluk di sini diamsilkan sebagai pelayaran
                                    perahu dan perlengkapannya, sedangkan perahu alam tamsil tubuh manusia
                                    yang dibekali perlengkapan ruhani.

                                    Bandingkan gagasan puisi sebagai tangga atau jalan naik menuju Yang Hakiki
                                    sebagaimana ditunjukkan penulis Syair Perahu dengan rangkaian kaligrafi Islam
                                    yang ditemui di banyak negara Islam seperti di Iran, Iraq dan Indonesia. Roger
                                    Garaudy  (1983)  mengatakan,  ”Rangkaian  kaligrafi  Islam  bagaikan  nyanyian
                                    seorang yang melakukan lompatan dari alam rupa/bentuk yang terbatas
                                    menuju Dzat tak terhingga. Tulisan Kufi di Mesjid Isafahan, Iran, memberi kesan
                                    seolah-olah kita berada di atas keheningan atau dalam wujud relief, menjadikan
                                    teks ayat suci seakan-akan tak tampak. Ia mirip dengan jejak yang ditinggalkan
                                    sebuah gerak yang datang dari keheningan. Melalui jejak tersebut, penglihatan
                                    dan tubuh kita dapat hanyut dan menyatu dengan alam transendental,
                                    sebagaimana hanyut dan menyatunya kita dalam sebuah tarian sakral sufi serta
                                    ekstase keruhanian.” (lihat Janji-janji Islam. Terjemahan H. M. Rasyidi. Jakarta:
                                    Bulan Bintang, 1983).


                                    Dalam sastra Indonesia modern, kita kenal Amir Hamzah sebagai seorang
                                    penyair relijius terkemuka.  Sajaknya yang terkenal ialah ”Padamu Jua”.


                                          Habis kikis
                                          Segala cintaku hilang terbang
                                          Pulang kembali aku padamu
                                          Seperti dahulu


                                          Kaulah kandil kemerlap
                                          Pelita jendela di malam gelap
                                          Melambai pulang perlahan
                                          Sabar setia selalu

                                          Satu kekasihku
                                          Aku manusia
                                          Rindu rasa
                                          Rindu rupa







                    10
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29