Page 18 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 18
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
al-Quran. Syair-syair tauhid dan makrifat misalnya adalah sebagai manifestasi
tertinggi estetika Islam oleh karena merupakan hasil penafsiran terhadap ayat-
ayat al-Quran yang diperkuat dengan pengalaman religious dan keruhanian
tertentu dan kemudian ditransformasikan ke dalam ungkapan estetik sastra.
Berdasarkan itu Imam al-Ghazali pula membagi keindahan ke dalam lima
bentuk: Keindahan inderawi/sensual, keindahan formal/lahiriyah, keindahan
akliah/rasional, keindahan ruhani/mistikal, dan keindahan ilahiah. Berdasarkan
inilah kelak Vladimir Braginsky, ahli sastra Melayu, membagi tiga kelompok
karangan-karangan dalam sastra Melayu.
Lima bentuk keindahan itu diringkas menjadi dua: keindahan zahir (formal) dan
keindahan batin. Keindahan zahir tampak dalam ungkapan lahir karangan yang
disebut surah (form) dan keindahan batin disebut ma’na (meaning). Pembagian
surah dan ma`na tampak dalam pantun Melayu yang terdiri dari sampiran dan
isi. Sampiran sebenarnya merupakan susunan sajak tersendiri dan dalam banyak
contoh tidak perlu digandengkan dengan isi.
Peranan Penulis dan Fungsi Sastra
Babakan penting dari perkembangan sastra Melayu dalam sejarahnya mengambil
waktu pada peralihan abad ke-16 – 17 M. Babakan ini berlangsung bersamaan
dengan derasnya proses islamisasi kepulauan Nusantara. Penerimaan Islam
secara luas tidak semata-mata disebabkan faktor politik dan perdagangan,
tetapi terutama faktor-faktor internal Islam itu sendiri, termasuk semangat
dan ajarannya. Sebagai agama kitab, Islam mewajibkan penganutnya belajar
menulis dan membaca agar dapat membaca kitab suci dan mempelajari
ajaran agamanya. Kecuali itu Islam juga agama egaliter, di mana pendidikan
diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian lembaga
pendidikan harus dibuka di mana terdapat banyak penganut agama Islam dan
dengan itu pula berkembanglah tradisi intelektual atau keterpelajaran, di mana
penulisan sastra merupakan bagian integral dalam tradisi tersebut.
Agama Islam yang diperkenalkan di tengah penduduk Nusantara umumnya
bercorak sufistik yang mengutamakan pendekatan kultural. Islam seperti itu
adalah hasil penafsiran para sufi, yang kebanyakan juga ahli kalam dan fiqih,
terhadap kitab suci dan ajaran Islam secara umum. Selain disampaikan melalui
risalah-risalah ilmu tasawuf, fiqih dan lain-lain, para ulama dan ahli tasawuf itu
4