Page 276 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 276

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    tarawangsa.  Ia biasanya berisi cerita tentang putra raja Pajajaran yang pergi
                                                17
                                    mengembara mencari pengalaman, puteri cantik bakal istri, kesaktian, kerajaan
                                    lain untuk ditaklukkan, membuktikan impian dan semacamnya.  Kebanyakan
                                                                                                 18
                                    cerita didasarkan pada figur kepahlawanan dari Kerajaan Pajajaran hingga
                                    kekalahannya  oleh  kekuatan  Islam  tahun  1579.  Pajajaran  dan  rajanya  yang
                                    dikenal dengan Prabu Siliwangi dianggap sebagai simbol penguasa Sunda yang
                                    paling sempurna.

                                    Seiring perkembangan zaman, beberapa penyesuaian dan perubahan yang
                                    dipengaruhi unsur Islam terhadap cerita pantun tak bisa terelakkan. Rajah yang
                                    biasanya mengawali cerita pantun yang semula hanya diperuntukkan kepada
                                    para leluhur, batara-batari, dan dewa-dewi, kemudian disampaikan pula bagi
                                    Allah, Rasulullah, para wali dan para leluhur yang sudah mengislamkan Jawa
                                    Barat.  Beberapa hasil rekaman dan transkripsi yang dilakukan Weinstraub
                                          19
                                    misalnya, juga menunjukkan adanya sejumlah kata dari bahasa Arab dalam
                                    teks pantun, yang jarang ditemukan dalam teks pantun Sunda Kuna pra-
                                    Islam. Repertoir juru pantun dewasa ini pun mengandung cerita-cerita Islami.
                                                                                                             20
                                    Pengadaptasian cerita pantun dengan Islam dialami juga dalam seni pertunjukan
                                    wayang sebagaimana di Jawa misalnya dalam Wayang Golek Purwa.    21
             Penyesuaian terhadap
              cerita pantun terkait   Selain cerita pantun, sejumlah mantra juga mengalami penyesuaian yang sama.
             pengaruh Islam tampak   Mantra biasanya berupa puisi lisan berkekuatan magis yang dibacakan dalam
               pada penggunaan      upacara dan permohonan pada berbagai sesembahan. Ia mencakup jampi-
                 sejumlah kata
              berbahasa Arab dan    jampi, ajian, jangjawokan, parancah, singlar, asihan, pelet, rajah, dan sejenisnya.
              identifikasi makhluk   Penyesuaian terkait pengaruh Islam tampak pada penggunaan sejumlah kata
             halus seperti terdapat   berbahasa Arab dan identifikasi makhluk halus seperti terdapat dalam sejumlah
                dalam sejumlah      daftar  mantra  yang diidentifikasi oleh Rusyana dan Suryani, terlepas sesuai
              daftar mantra yang    tidaknya dengan ajaran pokok Islam. 22
               diidentifikasi oleh
             Rusyana dan Suryani,   Bentuk sastra Sunda lainnya adalah guguritan atau dangding. Ia merupakan
            terlepas sesuai tidaknya
              dengan ajaran pokok   karya sastra tulis yang berisi berbagai hal, baik pengajaran atau uraian agama,
                    Islam.          pengalaman batin, kekaguman pada alam, berbagai kejadian, hingga ceramah
                                    dan surat-menyurat.  Ia ditulis berbentuk puisi dangding dengan pola 17 jenis
                                                       23
                                    pupuh.  Di masyarakat Sunda, puisi naratif atau cerita panjang berbentuk
                                           24
                                    pupuh  disebut  wawacan  biasa dibacakan dengan jalan ditembangkan
                                    disebut beluk. Seperti halnya macapat di Jawa, guguritan dan wawacan biasa
                                    ditembangkan atau disenandungkan, bahkan pada acara yang dihadiri orang
                                    banyak seperti melahirkan, mencukur bayi, memperingati Shaykh Abdul Qadir
                                    dan lain-lain. Guguritan  bahkan digunakan untuk melakukan kritik sosial,
                                                 25
                                    seperti dilakukan Moehamad Sanoesi dalam Garut Genjlong dan Parikesit dalam
                                    Meupeus Keuyang sebagai respons terhadap kebijakan kolonial dalam kasus
                                    Cimareme atau SI-Afdeeling B tahun 1919. 26

                                    Guguritan semula merupakan bagian dari tradisi sastra Jawa. Ia mempengaruhi
                                    sastra Sunda setelah Kerajaan Mataram menguasai tatar Sunda pada awal abad
                                    ke-17. Meski tidak terlalu lama, tetapi pengaruh budaya Jawa sangat kuat
                                    berpengaruh terutama terhadap tarian, musik, bahasa dan sastra Sunda. Bahasa




                    262
   271   272   273   274   275   276   277   278   279   280   281