Page 287 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 287

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           pesantren mengembangkan tradisi lokal pesantren yang didominasi oleh tradisi
           Islam. Aktifitas ngalogat (Jawa: ngapsahi) misalnya, hanya berkembang dalam
           tradisi pesantren. Umumnya kalangan ulama pesantren menggunakan budaya
           Sunda terbatas pada fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi dan pengajaran. 89


           Namun meski demikian, sebagai ulama birokrat, Mustapa tetap memiliki
           hubungan baik dengan kalangan pesantren hingga akhir hayatnya. Ini terlihat
           dalam korespondensinya dengan Kyai Kurdi (w. 1909) dari Pesantren Sukawangi,
           Singaparna Tasikmalaya. Kiranya, Mustapa dan Kurdi memiliki kesamaan, baik
           pandangan spiritualitas maupun 'silsilah tarekat' sehingga keduanya memiliki
                                         90
           ikatan komunikasi yang kuat.  Sebagaimana Mustapa, Kyai Kurdi juga
           merupakan penganut tarekat Shattariyah. Ini bisa terlihat dari silsilah ajengan
           para penerus Kyai Kurdi di Pesantren Sukawangi yang merupakan mursyid tarekat
           Shattariyah, di mana Beben Muhammad Dabas (saat ini Mursyid Shattariyah,
           pelanjut Abdul Muhyi di Karang Pamijahan) mendapat ijazah tarekat tersebut
           sekitar tahun 1990-an.  Selain Kyai Kurdi, Mustapa juga dekat dengan Ajengan
                                91
           Bangkonol, pengagumnya sekaligus  pemilik pesantren di daerah Bandung
           timur.  Bangkonol juga merupakan mertua M. Wangsaatmadja, sekretaris
                92
           Mustapa. 93


           Latar kehidupan Mustapa sangat berpengaruh terhadap dangding sufistiknya.
           Harus  diakui  Mustapa  memang  berasal  dari keluarga  pesantren  sekaligus
           keluarga yang akrab dengan tradisi budaya Sunda.  Ia juga dianggap banyak
                                                           94
           dipengaruhi  tradisi  mistisisme  Islam  Nusantara  (seperti  Hamzah  Fansuri, Al-
           Sumatrani, Al-Raniri dan 'Abdurra'uf Al-Jawi) setidaknya setelah berkarir di
                                     95
           Kutaraja, Aceh (1892-1895).  Boleh jadi pula tradisi sastra suluk Jawa memberinya   Latar kehidupan
                                                                                            Mustapa sangat
           inspirasi setelah mengikuti perjalanan mendampingi Snouck Hurgronje (1887-    berpengaruh terhadap
           1889/1889-1890).  Meskipun besar kemungkinan ia juga sudah mengetahui          dangding sufistiknya.
                            96
           tentang tradisi tasawuf seperti tampak pada karya Ibn 'Arabi, Al-Jili, Al-Ghazali,   Harus diakui Mustapa
           dan Al-Burhanfuri selama dua belas tahun karirnya di Mekah (1860-1862, 1869-   memang berasal dari
                                                                                           keluarga pesantren
           1873, 1877-1882) sebagaimana diasumsikan Jahroni.  Dalam konteks inilah,      sekaligus keluarga yang
                                                              97
           kemunculan karya tasawuf Mustapa bisa dipahami. Karya tasawufnya baik puisi    akrab dengan tradisi
           dangding maupun prosa, muncul sebagai akumulasi perjalanan intelektualnya        budaya Sunda.
           selama puluhan tahun tersebut.

           Tetapi suasana sosial-keagamaan di tatar Sunda di penghujung abad ke-19,
           tidak bisa dinafikan turut pula memberi warna akan kecenderungan pemikiran
           sufistik Mustapa. Mulai berkembangnya pemikiran Islam modernis atau "purist
           Muslim yang puncaknya ditandai dengan lahirnya gerakan Muhammadiyah
           (1912) dan Persatuan Islam (1923), boleh jadi memperkuat resistensinya dalam
           pemertahanan identitas Islam Sunda melalui interpretasi sufistik. Ia memberikan
           respons terhadap perubahan budaya melalui pengidentifikasian tradisi Islam
           standar  ala Timur Tengah yang hendak dijadikan  modusoperandi dalam
           masyarakat lokal. 98






                                                                                                273
   282   283   284   285   286   287   288   289   290   291   292