Page 284 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 284
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
ka Tanjungsari, Sumedang, pasantrén Kiai Abdul Hasan (Sawahdadap)...
Pindah deui ka Cibunut, Kiai Muhammad Garut... Datang deui guru
anyar, paman Muhammad Idjra'i, mantuna, pangajaran Kiai Abdulkahar
(Dasaréma Surabaya), Kiai Khalil (Bangkalan Madura)." 66
Raden Haji Yahya dan KH. Hasan Basri (w. 1865) merupakan murid Kyai
Mulabaruk dari Sukawening Garut. Ia adalah ulama ahli tafsir yang menguasai
berbagai karya kunci Al-Baidhawi, Imam Nawawi dan Ibrahim al-Fairuzabadi.
Ia mampu menempatkan para muridnya di seluruh Priangan setelah mereka
belajar dari Mekah lalu ke Madura. 67
Guru Mustapa berikutnya adalah Kyai Muhammad Garut yang berasal dari
Cibunut. Mustapa adalah muridnya sejak masih di Priangan. Ia adalah anak
KH. Hasan Basri, murid Kyai Mulabaruk. Ia dianggap tokoh paling representatif
dalam Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di Jawa Barat yang terhubung dengan
Syeikh Khatib Sambas. Snouck dalam catatannya selama di Mekah sekitar
1884-1885, menyebut Muhammad Garut sebagai salah satu mata rantai yang
menghubungkan Jawa dan Mekkah. Meski menguasai bahasa Arab dan fiqih,
tetapi minat utamanya adalah mistisisme (tasawuf). Sekitar 60-70 orang Jawa
dan Sunda di Mekah taat betul padanya dan banyak jemaah haji yang setiap
tahun memberinya sesuatu demi mengharap berkah. Menariknya hubungan
68
mendalam antara Muhammad Garut dengan Mustapa karena Muhammad
Garut dipercaya menjadi pengganti KH. Muhammad Adra’i (Idjra’i), guru
Mustapa lainnya. Mustapa dan Muhammad Garut pergi ke Mekah bersama-
sama, dan setelah enam tahun tinggal, pulang kembali bersama, di mana
Mustapa kemudian menikahi kemenakan Muhammad Garut. Kemungkinan ini
terjadi pada keberangkatan ketiga Mustapa ke Mekah (1977-1882). 69
Selain Muhammad Selain Muhammad Garut, selama di Mekah, Mustapa berguru pada banyak
Garut, selama di ulama tarekat lainnya, baik Shattariyah maupun Naqsabandiyah, di antaranya
Mekah, Mustapa Shaykh 'Abdulhamid Daghistani Sarawani, Shaykh 'Ali Rahbani, Shaykh
berguru pada 'Umar Shami, Shaykh Mustafa 'Afifi, Sayyid Abu Bakar al-Sata Hasbullah, dan
banyak ulama 'Abdullah Al-Zawawi. Snouck menyebut bahwa Mustapa juga belajar pada
tarekat lainnya, baik
70
Shattariyah maupun Nawawi Al-Bantani (1813-1897). Seorang ulama arsitek intelektual pesantren
Naqsabandiyah, di yang berhasil mendidik sejumlah ulama pesantren terkemuka, seperti Mahfudz
antaranya Shaykh Termas (1868-1919), Khalil Bangkalan (w. 1923) dan Hasyim Asyari (1871-
'Abdulhamid Daghistani 1947). Mustapa tidak bisa dilepaskan dari poros jaringan Sayyid Ulama Hijaz
71
Sarawani, Shaykh 'Ali ini. Dalam konteks Banten pulalah, Abdul Muhyi Pamijahan dikabarkan juga
Rahbani, Shaykh 'Umar
Shami, Shaykh Mustafa pernah bertemu dengan Muhammad Yusuf Al-Maqassari (1627-1699) ketika
'Afifi, Sayyid Abu Bakar terlibat peperangan melawan Belanda. Al-Maqassari termasuk perintis jaringan
al-Sata Hasbullah, dan ulama Nusantara dengan wilayah yang sangat luas, dari Sulawesi Selatan dan
'Abdullah Al-Zawawi. Banten, hingga Arabia, Srilanka, dan Afrika Selatan. 72
Snouck menyebut
bahwa Mustapa juga Sementara nama Daghistani dan Abdullah Zawawi dikenal sebagai ulama
belajar pada Nawawi 73
Al-Bantani (1813-1897). yang berafiliasi ke dalam tarekat Naqsabandiyah. Mustapa mengaku pernah
74
diajarkan kitab Tuhfah oleh Daghistani. Kemungkinan adalah Tuhfatul Muhtaj
270