Page 283 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 283

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           penting karena tidak saja terkait dengan hubungan erat keduanya sepanjang
           lima abad ini, tetapi juga relasi keduanya yang ditandai dengan proses panjang
           pengidentifikasian diri. Ia berusaha membuat semacam  ijtihad kebudayaan
           dengan menunjukkan bahwa identitas Islam di tatar Sunda harus tetap berpijak
           dari alam pikiran Sunda. Indigenisasi Islam dilakukan melalui perpaduan ajaran
           sufistik dengan kekayaan batin Sunda. Meminjam bahasa Bowen, melalui
           Mustapa tradisi "besar" sufistik merembes ke dalam tradisi "kecil" keagamaan
           orang Sunda dan diartikulasikannya ke dalam wujud bahasa sastra sufistik
           lokal. 59

           Dengan demikian, tesis bahwa Islam di tatar Sunda cenderung memberikan
           konteks yang saling mengisi dengan adat sebagaimana diasumsikan Wessing
           tidak bisa sepenuhnya dipertahankan. Tesisnya yang cenderung memilah Islam-
                                                                                   60
           adat, kuncén-paraji, ajengan-ketua kampung, dan lainnya secara dikotomik.
           Tetapi dalam konteks dangding Mustapa, adat dan Islam cenderung harmonis
           karena adat  yang bernuansa alam  Sunda itu  dipertahankan sejauh bisa
           diselaraskan dengan Islam. Rikin misalnya, membuktikannya pula dalam kasus       Dalam konteks
           tradisi sunat (Sunda: sundat) yang sudah mengalami Islamisasi meski semula      dangding Mustapa,
                                                                  61
           merupakan bagian dari siklus  taliparanti  orang Sunda.  Karya  dangding          adat dan Islam
           Mustapa semakin meneguhkan identitas Islam lokal (Woordward, Nur Syam,         cenderung harmonis
                                                                                           karena adat yang
           Pranowo, Muhaimin)  yang ternyata jauh dari makna sinkretik, dikotomis, dan   bernuansa alam Sunda
                              62
           sekedar di permukaan sebagaimana diasumsikan Geertz, Mulder, atau Andrew        itu dipertahankan
                 63
           Beatty.   Sebuah  identitas  Islam  yang  mampu  beradaptasi  dengan  elemen   sejauh bisa diselaraskan
           sejarah dan budayanya di tengah dinamika perkembangan keagamannya yang            dengan Islam.
           multi wajah. 64









           Haji Hasan Mustapa Sastrawan Sunda Terbesar




           Latar kehidupan Mustapa tidak terlepas dari dunia pesantren dan tarekat.
           Sejak kecil  ia  dididik di  pesantren yang dekat  dengan jaringan  tarekat di
           tatar Sunda. Tidak sedikit dari keluarga ibunya berasal dari ulama pesantren
           sekaligus penganut tarekat seperti KH. Hasan Basri (Kiarakonéng Suci, Garut)
                                                               65
           dan Kyai Muhammad (Cibunut, Karangpawitan Garut).  Dalam karyanya [Adji
           Wiwitan] Istilah, Mustapa menceritakan pengalamannya menjadi santri kelana
           (wonderingsantris) ke sejumlah pesantren:

                "Kaula keur leutik diguru Embah Haji Hasan Basri, Kiarakonéng, mashur
                maca Qur'anna, satengah hafad... Pindah deui ngaji sarap nahu nu leutik di
                Juragan Panghulu paréman, Radén Haji Yahya, Garut... Pindah deui kaula





                                                                                                269
   278   279   280   281   282   283   284   285   286   287   288