Page 416 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 416
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Karena sifat musik yang universal dan menampilkan musik Islam dalam selera khas
Nusantara, genre musik kasidah kreatif Emha tidak hanya menggema di dalam
negeri bahkan juga keluar negeri. Emha dan Kiayi Kanjeng telah melakukan
tur ke Malaysia, Korea, Mesir dan Australia dengan pertunjukkan-pertunjukkan
panggungnya yang sarat pesan, dinamis dan emosional. Tahun 2004, Emha
dan grup Kiayi Kanjeng melakukan tur ke Eropa dan mengadakan pertunjukkan
di 25 kota, suatu prestasi yang belum pernah diraih musik Islam yang lain.
Dalam tur keduanya, tahun 2005, Emha mendapat penghargaan bintang
Medal of Islamic Excellence dari The Moslem News. Gordon Brown, Menteri
Keuangan Inggris saat itu, memuji Emha sebagai tokoh yang telah memberikan
sumbangan pemahaman yang lebih baik tentang Islam. Karena komitmennya
pada penjagaan pluralisme dan toleransi, ketika Paus Yohanes Paulus II wafat,
Emha dan Kiayi Kanjeng diundang untuk mengadakan pertunjukkan di Roma,
Italia, selama masa berduka. Kasidah Emha dan orkestra gamelan Kiayi Kanjeng
bukan hanya mengangkat harga diri musik Islam tapi mengangkat martabat
musik Nusantara di dunia internasional.
Di luar tiga arus utama itu, musik Islam juga berkembang dalam kelompok-
kelompok kasidah yang ribuan jumlahnya di masyarakat. Musik Islam ini hidup
di masjid-masjid dan dalam kelompok-kelompok majlis taklim yang sangat
banyak. Konteks pertumbuhannya sama dengan Bimbo adalah arus intensifikasi
Islam Indonesia tahun 2000-an atau dalam istilah Ricklefs, “arus Islamisasi yang
lebih mendalam.“Yang menarik bersamaan dengan menyusutnya seni-seni
tradisional, “secara umum,“ kata Ricklefs (2012: 391), “kesenian-kesenian Jawa
yang dulunya tersebar luas seperti gamelan, wayang, kethoprak, ludruk, reyog,
jaranan, tayuban, dan semacamnya... menjadi berkurang, dan apabila mampu
bertahan, mereka kehilangan banyak aspek spiritual dan supernaturalnya yang
lama dan lebih dinilai dari norma-norma keislaman.“
Di samping Bimbo dan Kiayi Kanjeng, kelompok-kelompok kasidah lain
tumbuh dan berkembang sepertijamur di musim hujan. Bentuknya ada kasidah
gambus, kasidah rabana, kasidah modern, kasidah musik sufi, kasidah acapella
dll, yang kebanyakan tumbuh di kampus-kampus dan majlis-majlis taklim
perkotaan. Kasidah nampaknya tidak akan pernah mati. Daripada menyusut
dan berkurang, jumlah malah terus bertambah apalagi Departemen Agama
berusaha melestarikan seni Islam ini dengan program-program konservasinya.
Pada Juli 2011, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama menyelenggarakan
Festival Internasional Musik Sufi di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM)
Jakarta yang diikuti peserta dari enam negara yaitu Indonesia, Mesir, Pakistan,
Maroko, Iran, dan Turki. Festival Musik Islami ini berlangsung sangat memukau
penonton, tidak sedikit penonton yang terbawa arus alunan dan gerakan
energik yang dibawakan grup musik masing-masing negara ini. Peserta dari
Indonesia diwakili oleh artis Arafah, LASQI DKI Jakarta, dan grup Pravitasari.
“Kita optimistis,“ kata Menteri Agama dalam sambutannya, “bahwa Islam dan
seni pada dasarnya memiliki karakter yang sama, yaitu bersifat universal, akan
402