Page 415 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 415
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Keberhasilannya menyediakan saluran baru religiusitas masyarakat perkotaan,
terlihat dari respon masyarakat luas terhadap kelompok ini tahun 1990an. Pada
bulan Oktober 1998 baru 700 sampai 1.000 kaset Emha terjual, tetapi tiga bulan
kemudian yaitu Januari 1999, sudah terjual 60.000 kaset di pasaran. Setelah
itu, album Zaman Wis Akhir terjual 30.000 kaset. Selain Emha, album shalawat
yang dirilis Haddad Alwi berjudul Nur Muhammad terjual 200.000 kaset dalam
jangka waktu 10 bulan, kemudian Ziarah Rasul laku 90.000 kaset.
Selain larisnya album kaset, selama Januari 1999, Emha harus memenuhi 40
lebih undangan di kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Bogor, Bekasi, Tegal,
Brebes, Semarang, Purwokerto, Rembang, Malang, Jombang, Surabaya, Pati dan
Tasikmalaya. Ketika ia dan Kiayi Kanjeng menghadirkan panggung shalawatan
di Gondanglegi Malang, Jawa Timur pada Oktober 1998, pengunjung yang
hadir mencapai 50.000 orang. Yang lebih luar biasa lagi adalah, menurut Haidar
Yahya, pemimpin Hamas, Emha mampu menghadiri 500 tempat dalam satu
tahun.
“Kami menampilkan shalawatan rata-rata tiga kali sekali… jika kami
penuhi semua undangan mungkin bisa lima kali sehari. Bahkan di Sulawesi
Selatan kami menampilkannya sampai delapan kali sehari” (Republika, 21
Februari 1999).
Sejak dipupolerkan Emha dan kelompoknya, shalawatan menjadi gerakan
nasional yang ditampilkan hampir setiap hari di televisi nasional. Berikut
cuplikannya :
Shalâtullâh salâmullâh
‘Alâ thâhâ rasûlillâh
Shalâtullâh salâmullâh
‘Alâ yâsin habîbillâh
Tawassalnâ bi bismillâh
wa bil hâdi rasûlillâh
wa kulli mujâhidin lillâh
bi ahli badri yâ Allâh
Jika kelompok Bimbo mengembangkan basis estetis bagi ekspresi relijius
masyarakat perkotaan, kehadiran Emha dan Kiayi Kanjeng dengan gerakan
shalawatnya memperkuat identitas kelompok masyarakat itu dengan
memperkaya, memperluas dan memberikan warna baru terhadap ekspresi
keagamaan masyarakat Muslim Indonesia modern.
401