Page 45 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 45
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
di sepanjang wilayah kepulauan. Sejak itu, Bahasa Melayu menjadi lingua franca
1
satu-satunya di antara penduduk Nusantara dan orang asing. Hal ini selanjutnya Kerajaan Samudera
diperkuat catatan seorang musafir Cina, I-Tsing, yang pada akhir abad ke-7 Pasai tidak hanya
tinggal selama bertahun-tahun di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sanskerta mewarisi Bahasa
Melayu sebagai
dan menerjemahkan teks-teks agama Buddha ke dalam bahasa Cina. I-Tsing bahasa resmi istana,
mencatat istilah Kw’un-Lun, bahasa anak negeri yang dipakai untuk mengajar sebagaimana halnya
bahasa Sanskerta dan agama Buddha, di samping dalam dunia sosial, politik Kerajaan Sriwijaya, tapi
juga memfasilitasinya
dan perdagangan. Bahasa inilah yang menjadi cikal-bakal Bahasa Melayu. 2 untuk berkembang
secara lebih luas, baik
dalam pengertian
Momentum perkembangan Bahasa Melayu menjadi lingua franca bermula di geografis maupun
Kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13. Samudera Pasai adalah kerajaan kebahasaan. Hal
Islam pertama di Indonesia. Tanggal tahun di batu nisan Malik al-Saleh, 1297, terakhir ini berlangsung
sejalan dengan
diterima kalangan ahli sejarah sebagai waktu berdirinya Samudera Pasai menjadi posisinya sebagai
sebuah kerajaan Islam. Ini selanjutnya diperkuat sumber lokal yang ada, Hikayat pusat perdagangan
Raja-Raja Pasai––satu teks klasik Melayu tentang kerajaan tersebut––yang internasional, di mana
banyak pedagang
mencatat bahwa Malik al-Saleh adalah raja Muslim pertama Kerajaan Samudera dari berbagai negara
Pasai. Lebih jauh teks tersebut menuturkan bahwa Merah Silu––nama pra-Islam datang dan melakukan
Malik al-Saleh––membangun sebuah istana di satu wilayah di Sumatera, Pasai. transaksi ekonomi di
lingkungan kerajaan.
Tidak lama setelah berkuasa, dia segara masuk Islam dan bergelar Sultan Malik Di samping pedagang
al-Saleh. dari Cina dan India,
Samudera Pasai juga
menerima kedatangan
Terkait dengan Bahasa Melayu, hal penting untuk ditegaskan di sini adalah bahwa para pedagang dari
Kerajaan Samudera Pasai tidak hanya mewarisi Bahasa Melayu sebagai bahasa dunia Muslim di Timur
resmi istana, sebagaimana halnya Kerajaan Sriwijaya, tapi juga memfasilitasinya Tengah, khususnya
untuk berkembang secara lebih luas, baik dalam pengertian geografis maupun Arab dan Persia.
kebahasaan. Hal terakhir ini berlangsung sejalan dengan posisinya sebagai pusat
perdagangan internasional, di mana banyak pedagang dari berbagai negara
datang dan melakukan transaksi ekonomi di lingkungan kerajaan. Di samping
pedagang dari Cina dan India, Samudera Pasai juga menerima kedatangan
para pedagang dari dunia Muslim di Timur Tengah, khususnya Arab dan Persia.
Dalam kondisi demikian, di mana kontak dengan para pedagang dari berbagai
negara berlagsung intensif, Bahasa Melayu mengalami proses pengayaan
dengan menerima kosakata baru yang sebagian besar berasal dari bahasa
Arab-Islam. Masuknya unsur-unsur bahasa asing tersebut pada akhirnya telah
memperkenalkan konsep-konsep baru dalam Bahasa Melayu, seperti konsep
yang berhubungan dengan agama, filsafat, sistem sosial yang baru.
3
Dalam hal ini, Prasasti di Munye Tujoh di Pasai bisa menjadi ilustrasi menarik.
Prasasti tersebut adalah batu nisan seorang putri bertanggal Jum’at 14 Dzulhijjah
791 H atau 1389 M, berbunyi sebagai berikut:
Hijrat nabi mungstapa yang prasaddha
Tujuh ratus asta puluh savarssa
Hajji catur dan dasa vara sukra
31