Page 49 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 49

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                10. atawa perempuan bersuami ditanam hinggan
                11. pinggang dihembalang dengan batu matikan
                12. jika inkar ba(. . . .) hembalang jika itu mandalika

           C     1. bujan dandanya sepuluh tengah tiga jika ia
                2. manteri bujan dandanya tujuh tahil sa(su. . .)
                3. tengah tiga & jika tatua bujan dandanya lima tah(il . . . .)
                4. tujuh tahil sepaha masuk bendara & jika o(rang)
                5. merdeka & katujuh darma barang perempuan hendak
                6. tida dapat bersuami jika ia berbuat balacara bujan ia

           D     1. bila tida dandanya setahil sepaha & kesembilan
                2. seri paduka tuhan siapa tida (. . . . ) dandanya
                3. jadikan anakkau atawa pemainkau atawa cucukau atawa keluargakau
                   atawa anak
                4. tamra ini segala isi tamra ini barang siapa tida menurut tamra ini la’nat
                    dewata mulia raya
                5. dijadikan dewata mulia raya bagi yang langgar acara tamra ini &



           Seperti halnya Prasasti di Munye Tujoh di atas, pengaruh Bahasa Arab-Islam
           jelas  sangat kentara dalam  Prasasti Trengganu. Bahkan, bila  melihat  fakta
           bahwa ia ditulis dalam aksara Jawi, pengaruh Arab-Islam tersebut jauh lebih
           kuat dari prasasti yang berangka tahun lebih muda. Khusus menyangkut
           kutipan dari Prasasti Trengganu, beberapa poin berikut penting diperhatikan.
           Pertama, sebagai peninggalan zaman awal Islam, dalam Prasasti Trengganu
           Tuhan masih diungkapkan dalam kata “Dewata Mulia Raya”, meskipun untuk
           Nabi Muhammad sudah disebut “Rasul Allah”. Kedua, untuk nama hari dan
           bulan, prasasti tersebut sudah menggunakan penamaan yang dikenal di dunia
           Arab-Islam,  meski  untuk  komunitas  Muslim  masih  menggunakan  “hamba
           Dewata  Mulia  Raya”,  bukan  “hamba  Allah”. Ketiga, kosakata Arab dipakai
           berdampingan dengan kosakata Sanskerta dan kosakata Melayu juga semakin
           dominan. Keempat, bentuk imbuhan semakin lengkap menyertai pembentukan
           kata yang terlihat terpakai secara produktif: me-, ber- di-, se-, -kan, -nya, dan
           klitik –kau. Kelima, terdapat indikasi kuat untuk melaksanakan hukuman bagi
           yang berzina (Skt.  balacara), jika bujang atau  balu (bujan, palu) seratus kali
           cambuk, jika yang bersuami atau beristeri ditanam sepinggang dan dihumbalang
                       8
           dengan batu.

           Di atas semua itu, Kerajaan Samudera Pasai juga menyaksikan perkembangan
           bahasa Melayu sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan.
           Perlu ditegaskan bahwa meski perannya sebagai pusat kekuatan politik dan
           perdagangan semakin menurun, digantikan Kerajaan Malaka pada pada awal
           abad ke-14, kedudukan Samudera Pasai sebagai pusat kajian Islam tetap







                                                                                                 35
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54