Page 54 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 54

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    Ketiga, dari segi morfologi terlihat beberapa hal yang khusus; prefiks /me-/ jika bertemu
                                    dengan konsonan bersuara hilang nasalnya: balas – memalas, belah – memelah, bicara
                                    – memicara, buang – memuang, dengar – menengar, junjung – menyunjung, bunuh –
                                    memunuh, bilang – memilang, binasa – meminasakan.

                                    Demikianlah, Bahasa Melayu pra-klasik menjadi bahasa dari berbagai naskah yang lahir
                                    dari periode tersebut, dan—setelah mengalami perubahan sesuai kebutuhan pembaca
                                    dari generasi yang terus berubah—menjadi bahasa dari naskah-naskah berikutnya yang
                                    terus lahir seiring arus perkembangan sejarah Islam di Indonesia. Dua naskah sastra sejarah
                                    yang terkenal dari abad ke-15, Hikayat Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu—berisi masing-
                                    masing kisah Kerajaan Samudera Pasai dan Malaka—merupakan bukti penggunaan Bahasa
                                    Melayu pra-klasik. Di samping ditulis dalam Huruf Jawi , kedua naskah tersebut juga masih
                                    menggunakan beberapa kata yang mempertahankan unsur-unsur pra-klasik atau arkhais
                                    tersebut. Misalnyta, kata “hilang” untuk pengertian ‘meninggal’ masih digunakan, belum
                                    diganti dengan “berpulang ke rahmatullah” sebagaimana biasa disebut untuk tokoh yang
                                    dimuliakan. Begitu juga “ditanam” masih dipakai untuk pengertian “dikuburkan”.
                                                                                                       21
                                    Di samping dua teks tersebut, bahasa Melayu pra-klasik juga terdapat pada beberapa teks
                                    hikayat lain, seperti Hikayat Seri Rama versi Shellabear (1917), Hikayat Aceh edisi Iskandar
                                    (1958), Hikayat Muhammad Hanafiah edisi Brakel (1975), dan Hikayat Bayan Budiman. 22














                                    Konsolidasi sebagai Lingua Franca: Perkembangan Bahasa
                                    Melayu pada Abad ke-16 dan 17





                                    Menyusul jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511, basis perkembangan Islam
                                    dan Bahasa Melayu berlangsung di Kerajaan Aceh. Pusat kegiatan dagang yang
                                    sebelumnya berpusat di Malaka berpindah ke Aceh, sehigga pada gilirannya mendorong
                                    perkembangan wilayah tersebut menjadi pusat kekuatan dagang, politik dan
                                    perkembangan Islam. Para pedagang Muslim di Malaka bermigrasi dan tinggal
                                    di Aceh, dan—seperti halnya di Samudera Pasai dan Malaka—berkontribusi
                                    menjadikan Aceh sebagai pusat perdagangan terkemuka dalam jaringan
                                    perdagangan Asia. Ali Mughayat Shah (berkuasa 1514-1530) adalah raja
                                    pertama yang meletakkan fondasi bagi berkembangnya Aceh sebagai sebuah
                                    kerajaan paling terkemuka di Nusantara abad ke-17.
                                                                                     23





                    40
   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59