Page 59 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 59
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
(Kemenangan Nyata atas Kaum Ateis); dan beberapa karya-karya lain yang
membahas masalah yang sama.
Upaya ar-Raniri memperkenalkan gagasan neo-sufisme Islam di dunia Melayu-
Nusantara selanjutnya diteruskan oleh Abdurrauf al-Sinkili (1024-1105/1615-
1693), yang nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Ra’uf bin ‘Ali al-Jawi al-Fansuri
as-Sinkili. Dia seorang penulis yang prolifik. Mir’at al-Tullâb merupakan kitab
syariah pertama yang isinya lengkap dalam pustaka Islam Melayu. Karya penting
lain—bahkan mungkin terpenting—yang dilahirkan al-Sinkili adalah Tarjumân al-
Mustafîd, sebuah tafsir al-Qur’an dalam bahasa Melayu. Al-Sinkili adalah orang
pertama di Melayu-Nusantara yang menulis tafsir al-Qur’an secara lengkap.
Karya-karya lain yang penting dari Abdurrauf al-Singkili ialah Idhah al-Bayân fî
Tawhid Masa’il A’yani, ‘Umdat al-Muhtajina fî Suluk Maslak al-Mufarradina, Ta’bir
al-Bayan, Daqa`iq al-Huruf, Majmu’ al-Masa’il, Sakrat al-Mawt, Tanbih al-Masyi,
dan lain-lain. Kitab-kitab tersebut ditulis dalam bahasa Melayu, kecuali yang
disebut terakhir, dalam bahasa Arab. Jika pamannya Hamzah al-Fansuri adalah
pengikut tarekat Qadiriyah, Abdurrauf adalah pengikut tarekat Syattariyah.
Sebagai ahli tasawuf, Abdurrauf juga menulis beberapa syair tasawuf, namun
syair-syairnya itu tidak begitu dikenal. Di antara syairnya yang dijumpai ialah
Syair Ma’rifah. Karya-karyanya yang sebagian besar tergolong ke dalam sastra
kitab dibicarakan di sini.
Aspek Bahasa dalam Sastra Kitab
Dilihat dari segi bahasa, sastra kitab yang dikarang para ulama di atas tampak
luas dan memiliki kadar intelektual yang tinggi. Upaya untuk tidak menggunakan
kosakata Arab tampak kuat, meski masih terdapat unsur Arabisme pada kalimat,
seperti pemakaian: /adalah/, /yakni/, /dan/ sebagai pendukung kata atau frase.
Hamzah Fansuri tampak sangat menekankan aspek ini. Terkait posisinya sebagai
guru tarekat, ia menghendaki tulisannya dipahami murid-muridnya secara tepat.
Oleh karena itu, ia sengaja menulis karyanya dalam Bahasa Melayu (bahasa
Jawi), tidak dalam Bahasa Arab atau Persia, “supaya segala hamba Allah yang
45