Page 57 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 57
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
abad ke-16 dan 17, yakni Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin
ar-Raniri, dan Abdul Ra’uf as-Sinkili, yang berisi ajaran agama Islam, mulai dari
tasawuf, fiqih, teologi, dan bahkan sejarah Islam. Karya-karya ini di Aceh biasa
disebut dengan “Kitab Jawoe” (kitab yang ditulis dalam ejaan Jawi berbahasa
Melayu) atau “kitab Jawi” di dunia Melayu umunya. Sastra kitab membawa
corak kebahasaan yang khusus dan mewujud diri menjadi lingua franka Islam di Beberapa tokoh yang
27
wilayah kepulauan Nusantara. memberi konstruksi
penting dalam
Menyangkut sastra kitab, Hamzah Fansuri adalah tokoh pertama yang perlu perkembangan sastra
kitab adalah Hamzah
dijelaskan. Berdasarkan sumber-sumber yang tersedia, baik lokal maupun asing, Fansuri, Syamsudin al
sejumlah sarjana berpendapat bahwa Hamzah al-Fansuri kemungkinan besar Sumatrani, Nuruddin ar
hidup pada masa sebelum dan selama pemerintahan Sultan Alauddin Ri’ayat Raniri, dan Abd Rauf Al
Syah (1589-1602) di Kerajaan Aceh. Sementara Syamsuddin al-Sumatrani Sinkili
28
diperkirakan hidup pada masa kekuasan raja Aceh berikutnya, yakni Sultan
Iskandar Muda (1607-1636). Kedua ulama tersebut masing-masing menduduki
jabatan sebagai “Syaikh al-Islam” yang bertugas sebagai penasihat raja,
khususnya di bidang agama. Lepas dari itu, hal paling penting untuk ditekankan
di sini, baik Hamzah al-Fansuri maupun Syamsuddin al-Sumatrani adalah ulama
terkemuka di Nusantara akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17, khususnya di
Kerajaan Aceh.
Hamzah al-Fansuri menulis banyak kitab, tetapi yang dijumpai hingga kini ialah
tiga risalah tasawufnya, masing-masing Syarab al-‘Asyiqin (Minuman Orang
Berahi), Asrar al-‘Arifin (Rahasia Ahli Makrifah) dan al-Muntahi. Syarab al-
Bangunan Makam Abdurrauf
al-Singkili atau Syah Kuala.
kebanyakan sastra kitab yang
ada meryjuk pada karya yang
ditulis oleh ulama Aceh seperti
Abdurrauf al-Singkili.
Sumber: Direktorat Sejarah dan Nilai
Budaya.
43