Page 62 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 62

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    menerjemahkan karya-karya mereka ke dalam Bahasa Melayu, sehingga bisa
                                    diakses lebih luas oleh kaum Muslim di Aceh dan di Nusantara secara umum.
                                    Hal ini menegaskan kondisi di mana Bahasa Melayu sedemkian mapan sebagai
                                    bahasa pengantar (lingua franca) di Nusantara.


                                    Tentu saja, sejumlah kosakata Arab tetap digunakan dalam sastra kitab di atas.
                                    Untuk konteks sosial-politik saat itu, hal tersebut tidak mengagetkan. Menyusun
                                    kalimat  yang ke-arab-arab-an dan memasukkan kata-kata pinjaman Bahasa
                                    Arab ke dalam kalimat menunjukkan tingkat intelektualitas penulis, bahwa
                                    mereka seorang ulama yang memiliki kualifikasi memadai di bidang keagamaan.
                                    Pola inilah yang disebut Van Ronkel   sebagai  “Arabisme”,  seperti  halnya
                                                                         36
                                    penggunaan kata-kata dari bahasa Inggris dewasa ini. Arabisme ini misalnya
                                    tampak pada judul sebuah sastra kitab yang selalu menggunakan Bahasa Arab,
                                    meski ada terjemahannya dalam Bahasa Melayu. Begitu juga sejumlah kata yang
                                    sudah baku dalam Bahasa Arab—seperti ahlu l-shufi, mutakallimin, hukama’,
                                    falasifah, wujudiyyah, dan mulhid—masih muncul di sana-sini, dibiarkan tanpa
                                    terjemahan dalam Bahasa Melayu.

                                    Meski  demikian,  penting  dicatat  bahwa  kosakata  Arab  yang  diadopsi
                                    diarahkan untuk mendukung tingkat keilmuan tertentu. Dan kosakata tersebut
                                    diintegrasikan ke dalam Bahasa Melayu sehingga pada gilirannya berkembang
                                    menjadi kosakata Melayu. Arabisme dalam konteks ini merupakan ekspresi selera
                                    umum yang berkembang, dan diorientasikan untuk memperkaya Bahasa Melayu
                                    dengan istilah-istilah baru untuk penyebaran ilmu-ilmu Islam di Nusantara.












                                    Karya Terjemahan





                                    Masih terkait dengan terjemahan, naskah berikut penting diberi perhatian
                                    khusus. Berangka tahun 998H/1590M, naskah tersebut ditulis dalam bahasa
                                    Arab dengan terjemahan antar-baris dalam Bahasa Melayu yang berjudul ‘Aqa’id
                                    karya an-Nasafi. Bersama dengan naskah lain yang tersimpan di perpustakaan
                                    Universitas Leiden (CodOr. 1660)—berangka tahun 990H/1582M, berisi tentang
                                    tata bahasa Arab, dan ditulis dalam bahasa Persia dengan terjemahan antar-baris
                                                                                            37
                                                                                                      38
                                    dalam Bahasa Melayu—‘Aqa’id adalah naskah Aceh tertua.  Al-Attas,  sarjana
                                    pertama yang melakukan kajian terhadap teks tersebut, menghubungkan






                    48
   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67