Page 65 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 65

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           Taj as-Salatin


           Sejauh menyangkut kategori naskah di atas, teks  Taj as-Salatin karangan
           Bukhari al-Jauhari adalah yang pertama untuk dijelaskan. Teks tersebut ditulis
           besar kemungkinan pada 1602, masa kekuasaan Sultan Alauddin Ri’ayat Syah
           Sayid al-Mukammil di Kerajaan Aceh. Banyak kajian telah dilakukan para sarjana
           mengenai teks ini, Seperti dari Valentijn (1726), Werndly (1736), dan Roorda van
           Eysinga (1827) pada masa awal kesarjanaan Belanda di Indonesia. Dan mereka
           umumnya memberi pujian terhadap kualitas teks  Taj as-Salatin, khususnya
           Bahasa Melayu yang digunakannya. Mereka menilainya sebagai naskah terbaik
           dalam sastra Melayu.  Pandangan yang sedikit berbeda muncul dari sarjana
                               43
           yang lebih belakangan, seperti van Ronkel kemudian Winstedt (1938). Meski
           tetap memuji kualitas isi dan ungkapan Bahasa Melayu dari naskah tersebut,
           kedua sarjana yang disebut terakhir ini berpendapat bahwa Taj as-Salatin adalah
           karya terjemahan dari bahasa Persia.

           Namun demikian, terlepas dari isu di atas, tidak bisa disangkal bahwa teks Taj
           as-Salatin berperan penting dalam perkembangan wacana politik dunia Melayu     Naskah Taj as-Salatin
                                                                                            berperan penting
                                       44
           dan di Indonesia secara umum.  Satu hal penting dalam kaitan ini adalah bahwa   dalam perkembangan
           Taj as-Salatin meletakkan tradisi politik Islam—tepatnya bermazhab sunni—ke    wacana politik dunia
           dalam jantung dari dinamika pemikiran politik Melayu. Prinsip-prinsip politik   Melayu dan Indonesia
           dalam Islam dirumuskan ke dalam bentuk cerita ilustrasi dan nasehat. Dan raja   secara umum. Naskah
                                                                                             ini meletakkan
           yang berkuasa diharapkan menjadikan naskah tersebut sebagai pegangan untuk      tradisi politik Islam,
           menuntun mereka dalam menjalankan kekuasaan. Karena itu, beberapa isu           bermadzhab sunni
           penting terkait nasehat politik untuk raja menjadi pembahasan utama naskah       ke dalam jantung
           ini, sehingga menempatkanya sejajar misalnya dengan Nasihat al-Muluk karya      dinamika pemikiran
                                                                                             politik Melayu
           al-Ghazali (w. 1111).

           Beberapa isu tersebut antara lain berisi tentang syarat-syarat dan segala
           pekerjaan menjadi raja, menjadi menteri dan hulubalang; kriteria dan makna
           menjadi raja yang adil dan alim, begitu pula dengan menteri dan hulubalang;
           ilmu firasat dalam memilih pejabat-pejabat di lingkungan kerajaan; aturan dan
           nasehat untuk mengatur rakyat kerajaan; dan sejumlah isu lain yang terkait
           dengan politik kekuasaan.





           Bustan as-Salatin

           Dengan judul lengkap Bustan as-Salatin fi Dhikr al-Awwalin wa’l-Akhirin, naskah
           ini merupakan karya sejarah yang ekstensif yang ditulis Nuruddiun ar-Raniri.
           Dia menulis karya ini setelah mendapat titah dari Sultan Iskandar Thani pada









                                                                                                 51
   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70