Page 68 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 68
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Palembang dan Riau: Pusat Perkembangan Bahasa
Melayu Abad ke-18 dan 19
Memasuki abad ke-18 dan 19, pusat perkembagan Bahasa Melayu bergeser
ke wilayah Palembang dan kemudian Riau. Kehadiran Palembang dalam
peta perkembangan Islam di Nusantara berlangsung pada abad ke-18, yang
ditandai dengan tampilnya sejumlah ulama dengan karya-karya mereka di
berbagai bidang ilmu Islam. Didukung sikap penguasa yang sangat mendorong
kegiatan intelektual-keagamaan, Kerajaan Palembang tampil sebagai pusat
perkembangan Islam menggantikan Aceh yang kian menurun akibat konflik
50
internal kerajaan dan kemudian perang melawan Belanda.
Dalam kaitan ini, Abdussamad al-Palimbani adalah ulama pertama yang karyanya
Karya-karya al- 51
Palimbani berusaha penting dibahas. Berdasarkan kajian Iskandar, terdapat sembilan karya (kitab)
menegaskan perlunya yang bisa dinisbahkan kepada al-Palimbani, di antaranya yang terkenal adalah
rekonsiliasi antara Hidayat al-Salikin fi Suluk Maslak alMuttaqin. Ditulis dalam Bahasa Melayu di
sufisme dan syariah. Mekkah (selesai pada 1788), karya ini merupakan adaptasi dari karya al-Ghazali,
karya-karya al-
Palimbani ini berusaha Bidayat al-Hidayah. Karya lainnya adalah Sair al-Salikin ila ‘ibadat Rabb al-‘Alamin.
menegaskan perlunya Karya ini juga didasarkan pada karya al-Ghazali, Lubab Ihya ‘Ulum al-Din. Dan
rekonsiliasi antara
sufisme dan syariah. karya ini juga ditulis dalam Bahasa Melayu, diselesaikan di tanah suci Mekkah
Hidayat al-Salikin sekitar sepuluh tahun setelah kitab yang disebut pertama tadi. Mewarisi tradisi
fi Suluk Maslak intelektual neo-Sufisme, karya-karya al-Palimbani ini berusaha menegaskan
alMuttaqin dan Sair al- perlunya rekonsiliasi antara sufisme dan syariah. Atas dasar itu pula dia banyak
Salikin ila ‘ibadat Rabb
al-‘Alamin. mengadopsi karya-karya al-Ghazali, yang memang tokoh utama dibalik usaha
rekonsiliasi dua mazhab pemikiran Islam tersebut.
Ulama lain dari Palembang adalah Syihabuddin bin Abdullah Muhammad.
Karyanya antara lain adalah Syarh yang Latif atas Mukhtasar Jawharut Tauhid,
berupa terjemahan Bahasa Melayu atas ulasan mengenai Jawhar al-Tauhid karya
Ibrahim al-Laqani. Karya lainnya adalah Risalah, yang banyak mengadopsi kitab
Risalah fi al-Tawhid karya Walli Raslan al-Dimisyqi. Perlu pula disebut di sini adalah
Kemas Fachruddin, ulama Palembang lainnya yang memberi kontribusi berarti
dalam penggunaan Bahasa Melayu dalam penulisan karya-karya keagamaan
(sastra kitab). Dia juga telah menerjemahkan dan mengadaptasi sejumlah kitab
bahasa Arab ke dalam Bahasa Melayu, yakni Fath al-Rahman oleh Zakariya al-
Anshari, Futuh al-Sya’m (terjemahan dari Mukhtasar Futuh al-Sya’m karangan
Abu Ismail al-Basri) dan Tuhfat al-Zaman, terjemahan dari Tuhfat al-Zaman fi
Dzarf al-Yaman karangan Ibn Syaddad al-Himyari. Perlu dimasukkan dalam
daftar sastra kita dari abad ke-18 adalah sebuah kitab yang ditulis seorang
ulama besar dari Kalimantan, Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari. Dia
menulis sebuah kitab yang sangat terkenal, Sabil al-Muhtadin li al-Tafaqquh fi
Amr al-Din, tentang seluk-beluk cara mempelejari Islam.
54