Page 73 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 73
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
menganalisis setidaknya tiga surat yang dibuat Raja Buton untuk pemerintah
Belanda, yakni surat atas nama Sultan Dayyan Asraruddin, penguasa Buton Perlu dicatat di sini,
terdapat tiga surat
ke-27 (1799-1822) yang ditujukan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda resmi kerajaan yang
di Batavia. Surat lainnya atas nama Sultan Kaimuddin I, penguasa Buton ke- ditujukan kepada dunia
29 yang berkuasa hingga 1851. Surat-surat tersebut merupakan bagian dari luar, yakni surat Sultan
Dayyan Asrarudin
koleksi surat resmi Raja Buton untuk pejabat Kerajaan Belanda yang tersimpan (1799-1822) dan Sultan
di perpustakaan Universitas Leiden. Perpustakaan Bodleian di Oxford, Inggris, Khairudin I ((1851).
Keduanya untuk
bahkan menyimpan koleksi surat seorang kapitalao (kapiten laut) Kerajaan Gubernur Jenderal di
Buton pada abad ke-17 (kira-kira 1667), pada masa kekuasaan Sultan Buton Batavia, serta surat dari
ke-10, Sultan Adilik Rahim (ata La Limpata atau Oputa Musabuna) pada 1664- kapitalao / kapten laut
1669. (1667). /hal terpenting
60
untuk dicatat bahwa
surat tersebut ditulis
Hal terpenting untuk dicatat adalah bahwa surat tersebut ditulis dalam Bahasa dalam Bahasa Melayu.
Melayu, seperti halnya naskah dan dokumen kerajaan lain. Ini menunjukkan
bahwa Bahasa Melayu bukan saja telah tersebar luas di Nusantara, tapi juga
telah menghubungkan mereka, dalam konteks ini masyarakat Kerajaan Buton,
dengan masyarakat lain di Nusantara yang menggunakan Bahasa Melayu.
Kutipan berikut adalah surat Sultan Buton untuk Gubernur Jenderal Belanda
di Batavia, dengan corak Bahasa Melayu yang pada prinsipnya tidak berbeda
dengan Bahasa Melayu yang berkembang di Nusantara.
Bahwa warkat al-ikhlas serta tabe-tabe banyak-banyak akan tanda harap dan
percaya yaitu daripada Paduka Anakanda Sri Sultan Raja Buton dengan segala
wazir menteri-menterinya, melayangkan kertas sekeping, datang ke bawah
Istana Kerajaan Buton. Kerajaan
Buton di Sulawesi Tenggara
menghadirkan satu bukti penting
dari proses perkembangan
Bahasa Melayu di Nusantara.
Bahasa Melayu menjadi bahasa
resmi kerajaan, yang digunakan
untuk diplomasi politik dan
perdagangan tapi juga untuk
berbagai teks sosial-keagamaan.
Sumber: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya.
59