Page 71 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 71
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Bila Tuhfat lebih merupakan karya historiografi Melayu, dua karya tersebut berisi
prinsip-prinsip politik yang menjadi pegangan dan sumber petunjuk bagi raja dan
elit politik kerajaan. Dalam Thamarat dan Intizam, Raja Ali Haji mengedepankan
pemikiran politik kerajaan Melayu, yang dirumuskan berdasarkan pengalaman
masa lalu kerajaan sebagaimana digambarkan secara rinci dalam Tuhfat.
Thamarat berisi nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk bagi para penguasa
agar mencontoh cerita para penguasa Melayu sebelumnya dalam menjalankan
kekuasaan mereka.
Bila diamati secara lebih dekat pemikiran Raja Ali Haji di atas, tampak bahwa ia
berusaha menghidupkan kembali sistem politik kerajaan, yang memang sudah
mapan di dunia Melayu. Dia beranggapan bahwa sistem kerajaan merupakan
model bangunan politik ideal bagi dunia Melayu. Hal ini tampak sedemikian
kuat pada fakta bahwa pemikiran politik yang tertuang dalam karya-karya Raja
Ali Haji, teristimewa teks Thamarat, dalam beberapa segi penting bersandar
pada pemikiran politik yang terdapat dalam teks-teks Melayu klasik, khususnya
Tajussalatin di abad ke-17.
Perkembangan Bahasa Melayu di Nusantara
Penggunaan Bahasa Melayu tidak hanya berlangsung di Kerajaan Aceh, tapi
juga tersebar di hampir semua wilayah di Nusantara. Sejalan dengan proses
Islamisasi yang makin intensif dan keterlibatan wilayah-wilayah di Nusantara
dalam perdagangan internasional, maka Bahasa Melayu semakin luas digunakan
di Nusantara. Tidak hanya itu, Bahasa Melayu juga mulai digunakan oleh
orang-orang Eropa (Belanda dan Inggris) sebagai bahasa pengantar di bidang
administrasi dan sarana komunikasi dengan orang pribumi di seluruh wilayah
penjajahan Inggris dan Belanda khususnya di daerah-daerah wilayah kerajaan
Melayu.
Perkembangan Bahasa Melayu ini selanjutnya melahirkan proses interaksi
budaya yang semakin intensif. Di sini, jaringan komunitas Muslim—yang
berbasis di kerajaan—tidak hanya terbatas mengislamkan, tapi mulai diikat
dengan kesamaan Bahasa Melayu, teks agama (kitab) dan aksara Jawi. Teks
Tajus as Salatin, misalnya ditulis Bukhari Al-Jauhari di Aceh pada 1603, teks
57