Page 526 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 526

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3







                                          termasuk 2 di Indonesia, Hivos berupaya untuk berkontribusi demi tercapainya dunia yang
                                          adil, bebas dan berkelanjutan. Hivos berkomitmen kepada masyarakat miskin dan marjinal
                                          di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Pemberdayaan perempuan merupakan fokus penting
                                          dalam semua program Hivos. Di Indonesia, Hivos, misalnya pernah membiayai program-
                                          program P3M dari tahun 1996 hingga 2000. Mulai tahun 2010-an, Hivos memberikan
                                          bantuan pendanaan ke Paramadina. Lihat Official Website Hivos, http://www.hivos.org/.
                                    105   Asep Gunawan dan Dewi Nurjuliyanti, Gerakan Keagamaan dalam Penguatan Civil Society:
                                          Analisis Perbandingan Visi dan Misi Ormas Berbasis Keagamaan (Jakarta: LSAF, 1999), hal.
                                          101.
                                    106   Burhanuddin & Oman Fathurahman, Tentang Perempuan Islam,…..hal. 131-132.
                                    107   Mansour Faqih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 1999),
                                          hal. 161.
                                    108   Mandy Macdonald, Ellen Sprenger, dan Ireen Dubel, Gender dan Perubahan Organisasi,
                                          Omi Intan Naomi (terj.) (Yogyakarta: Insist Press, 1997), hal. 218.
                                    109   Living Values Education pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 2002. Pada
                                          awalnya, aktivitas Living Values Education diinisiasi secara personal oleh beberapa trainer
                                          yang telah mengikuti pelatihan bersama LVE Internasional. Berbagai kegiatan, seminar dan
                                          pelatihan Living Values Education kemudian dilakukan di banyak kota di Indonesia. Mulai
                                          dari Banda Aceh, Tapaktuan, Jakarta, Bogor, Bandung,Subang, Sukabumi, Yogyakarta,
                                          Salatiga, Solo, Kupang,  Tabanan, Singaraja, sampai di Ambon  dan Ternate. Program
                                          dan aktivitas Living Values Education tersebut tidak hanya dilakukan dalam lingkungan
                                          pendidikan, namun juga di kamp pengungsian, dalam komunitas maupun institusi lainnya.
                                          Pada tanggal 1 Desember 2008, Yayasan Karuna Bali ditunjuk menjadi perwakilan Asosiasi
                                          Living  Values  Education  di  Indonesia  oleh  ALiVE  (Asosiasi  LVE)  Internasional.  Yayasan
                                          Karuna Bali mengemban tugas sebagai payung hukum, mengeluarkan akreditasi pelatih
                                          dan mengkoordinasi kegiatan-kegiatan Living Values Education di Indonesia. Dikutip
                                          dari http://www.livingvaluesindonesia.org/id/lve-di-indonesia.html (Diakses pada 3 Maret
                                          2014)
                                    110   Selain Paramadina, LSAF, dan LKIS, PPIM UIN Jakarta, Mata Pena Yogyakarta, Puskadiabuma
                                          UIN Yogyakarta, ARMC IAIN Ambon, dan Yayasan Parakletos (Badati) Ambon, merupakan
                                          beberapa lembaga lain yang memperoleh bantuan pembiayaan dari TAF untuk
                                          melaksanakan program LVE.
                                    111   Rangkaian pelatihan dan pendampingan LVE oleh Paramadina, LSAF, dan LKIS dalam
                                          perkembangannya didokumentasikan dalam sebuah buku yang diterbitkan oelh Yayasan
                                          Paramadina  atas  pembiayaan  dari  TAF.  Lihat,  Budhy  Munawar-Rachman,  dkk  (Peny.),
                                          Success Story: Catatan Pengalaman Para Trainer dalam Menghidupkan Pendidikan Nilai di
                                          Sekolah, Pesantren dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Paramadina, 2014)
                                    112   Wawancara dengan Dr. Bisri Effendy, Peneliti Senior LIPI, Mantan Pengurus Lakpesdam NU,
                                          di Jakarta, 13 Maret 2014.
                                    113   Lihat, Karlina Helmanita, “Mengelola Filantropi Islam dengan Manajemen Modern:
                                          Pengalaman Dompet Dhuafa,” dalam, Bamualim & Irfan Abubakar, Revitalisasi Filantropi
                                          Islam, hal. 88-91.
                                    114   Teori fungsionalisme struktural yang diperkenalkan oleh Talcott teori ini melihat bahwa
                                          masyarakat adalah sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling berhubungan satu
                                          dengan lainnya. Satu bagian tidak bisa dipahami terpisah dari keseluruhan. Dengan
                                          demikian, agar keberlangsungan sebuah sistem sosial bisa tetap terjaga, diperlukan
                                          setidaknya empat prasyarat fungsional yang berlaku untuk semua sistem tindakan.
                                          Oleh Parsons empat prasyarat fungsional itu disebut sebagai ‘Fungsi Imperatif Sistem
                                          Tindakan’ yang terdiri dari: pertama, adaptasi (adaptation), yaitu keharusan bagi sebuah
                                          sistem untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dari
                                          sistem tersebut; kedua, pencapaian tujuan (goal attainment), yaitu keharusan bagi sistem
                                          dalam berupaya mendefinisikan dan mencapai tujuan bersama anggota sistem; ketiga,
                                          integrasi (integration), yaitu keharusan bagi sistem untuk mengatur hubungan bagian-
                                          bagian dalam komponen sistem seraya terus menjaga solidaritas internal, bekerja sama






                    510
   521   522   523   524   525   526   527   528   529   530   531