Page 531 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 531

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3







           Moblitias ekonomi masyarakat pribumi saat itu beragam di setiap tempat,
           terutama di  sentra-sentra  produksi dan usaha yang  disentuh Cina,  Arab
           dan Eropa. Di Jawa, Surabaya, Solo, Semarang, Yogyakarta, Pekalongan,
           Bandung dan Bandung, berbeda dengan gerakan ekonomi di Sumatra, Aceh,
           Minangkabau dan Medan. Di Jawa, di samping respon terhadap Cina dan
           Belanda, unsur feodalisme etnik juga menjadi kesadaran gerakan ini, seperti
           terjadi  di  Solo  (Surakarta)  di  mana  kelompok  ningrat  menikmati  prevelege.
           Gerakan modernis Islam di Minangkabau pada awal abad ke-20 bukan saja
           menampilkan kontestasi agama, antara kau muda dan kaum tua, tapi juga
           kesadaran bisnis. Modernisasi agama  ini berimbas pada dinamisasi ekonomi
                                              10
           sebagai sumber daya penting aktifitasnya. Bentuk usaha dagang dan pertanian
           sangat menonjol saat itu. Perkebunan lada dapat dijumpai di sekitar pelabuhan
                             11
           Tiku dan Pariaman.  Hasil perkebunan Kapas dan kopi juga menjadi komiditas
           utama untuk diekspor.

           Di pulau Jawa, aktifitas ekonomi Muslim dalam bentuk perdagangan banyak
           dijumpai pada komunitas Kauman, yaitu orang-orang “santri” di tengah
           daerah khusus, utamanya sekeliling Masjid Agung Yogyakarta. Istilah kauman
           dinisbatkan pada kelompok elit kecil dari orang beragama yang shaleh dalam
           beribadah. Komunitas model kauman ini juga tumbuh di Kudus, terutama di
           sekitar Masjid Kudus.


           Pengaruh migran Hadramaut juga membangkitkan gerakan ekonomi Islam di
           Jawa seperti produksi kopra, penanaman tembakau, karet, industri batik dan
           rokok kretek. Dari sini berkembang perusahan kelompok santri: Kelapa di
           Jawa Barat (Banten), perkebunan Tembakau di Jawa Tengah, Jawa TImur dan
           Madura, karet di Jawa Barat, Sumsel dan Kalimantan; batik di Yogyakarta dan
           Pekalongan, dan rokok kretek di Kudus. Khusus batik dan kretek menjadi home
           industry yang bisa berkembang tanpa bantuan bank.

           Geliat bisnis di Sumatra lebih beragam seperti perkebunan, tambang dan
           perniagaan, sementara Jawa lebih dominan pada perniagaan, terutama
           dengan kuatnya peran pesisir sebagai pusat masuknya barang-barang dari
           luar.   Belambangan, Surabaya,  Tuban, Pati, Demak,  Pemalang dan Cirebon
           adalah daerah penting perdagangan pesisir. Namun pengaruh pedagang Jawa
           juga berkembang di pedalaman.  Kota Gede  menjadi pusat perdagangan
                                                       13
                                          12
           kerajinan perak  dan batu permata dan intan dari Kalimantan.Disamping itu,
           yang berkembang menjadi permukiman dan perniagaaan adalah Kerta, Plered
           dan Kartasura untuk menyebut daerah pedalaman.


           Gerakan ekonomi di Purwokerto 1895  dengan pendirian koperasi untuk tujuan
                                              14
           kredit dan produksi sebagai dukungan perusahaan dan penyaluran barang.
           Sentiment persaingan melawan pedagang Cina pada tahun 1911 di Pasundan
           (Majalengka) dilakukan dengan memadukan pendidikan dan ekonomi. Usaha
           tekstil tenun menjadi program utamanya dengan modal dihimpun dari iuran





                                                                                                 515
   526   527   528   529   530   531   532   533   534   535   536