Page 535 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 535

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3







           Dalam menghubungkan dirinya dan Islam, Soeharto sering menyebut tentang
           keharmonisan dan bahkan hubungan erat antara pentingnya Islam dan negara
           terutama  dalam  menopang  pembangunan. Keharmonisan  sosial  berbasis
           keagamaan adalah bagian dari pidato Soeharto dalam berbagai forum, terutama
           disampaikan dalam hari-hari besar Islam. 31

           Aktifitas ekonomi Islam pada masa ini lebih diletakan sebagai kepentingan politik
           untuk mendukung keberlangsungan pembangunan negara, bukan semata-mata
           untuk berkembangnya entrepeneurship Muslim. Soeharto mengutip pentingnya
           Kurban dan Zakat,  seperti yang dijelaskan dalam al-Quran, namun lebih pada
                            32
           dukungan keagamaan secara sosial. Karena itu segala organisasi berbasis Islam
           perlu dikontrol negara, tepatnya di bawah binaan Kementrian Agama. Hal
           ini juga berlaku bagi Muhammadiyah (didirikan 1912) dan Nahdhatul Ulama
           (didirikan 1926), yang harus tunduk pada sistem dan aturan negara walaupun
           program sosial dan ekonominya telah berlangsung jauh sebelum kemerdekaan
           (1945) juga masa Orde Baru (1967-1998).

           Kebangkitan NU dalam bisnis merupakan hasil upaya Abdurrahman Wahid (Gus
           Dur) dengan mendekatkan NU kepada pengusaha Cina. Gus Dur sadar bahwa
           penguasa ekonomi di Indonesia adalah pengusaha keturunan Cina baik dari
           sektor perdagangan dan keuangan. Karena itu, NU mencoba mendirikan Bank,
           terlepas berdasar kepada sistem bunga atau tidak, untuk melayani masyarakat
           NU di desa-desa sehingga bisa mengembangkan usahanya. Bahkan ambisi
           NU ingin mendirikan dua ribu bank prekreditan rakyat dalam jangka waktu
           20 tahun. Dalam waktu 1,5 tahun, sembilan bank berhasil di didirikan pada
           1992 dengan jumlah aset mencapai Rp 3,4 miliar, masing-masing bank memiliki
           dana operasional Rp 100 juta. Dana ini didapat secara swadaya, tanpa bantuan
           pemerintah.  Rata-rata dana pinjaman yang disediakan BPR-NU ini sebesar RP
           200.000 dengan pinjaman maksimum Rp 10 juta.

           Pendirian bank ini adalah kerjasama NU dengan Bank Susila Bhakti. Setelah itu
           kerjasama dilakukan dengan Bank Summa yang dimiliki keluarga Soerjadjaja,
           salah satu konglomerat Cina terkaya di Indonesia. Pada 1992, Bank Summa
           mengalami masalah, karena Bank Summa kolaps akibat investasi di bidang
           properti.  Model bank yang dikembangkan NU ini mencirikan bangkitnya
                   33
           kesadaran bisnis di kalangan Muslim. Kehadiran bank NU, walaupun beroperasi
           dengan sistem bunga karena dianggap bukan riba, menggambarkan tonggak
           awal kebangkitan ekonomi Islam dalam menjalin kerjasama dengan dunia
           finansial (bank). Di samping itu, pendirian bank juga penting bagi warga NU
           untuk bisa mendapat akses modal sehingga dapat mengembangkan usaha
           masyarakat di desa. 34


           Kedekatan Soeharto dengan pengusaha keturunan Cina pada masa
           pemerintahannnya sangat menonjol. Kritik dari Lembaga Swadaya Masyarakat
           dan Ormas  Islam  pada tahun 1980an gencar  dilontarkan terutama dengan





                                                                                                 519
   530   531   532   533   534   535   536   537   538   539   540