Page 540 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 540
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
Bank Islam. Upaya MUI ini diawali kembali dengan mengadaan lokakarya pada
tahun 1990 tentang “Masalah Bunga Bank dan Perbankan.” Dalam forum ini
yang diadakan pada 19-22 Agustus di Safari Garden Hotel Cisarua Bogor, MUI
mendiskusikan prinsip-prinsip perbankan Islam dengan menghadirkan para
ulama dan ahli perbankan. Para pejabata tinggi Bank Indonesia (BI), dewan
moneter serta Departemen Keuangan hadir dalam lokakarya ini. Bertindak
sebagai pembicara saat itu yaitu Prof. KH. Ibrahin Husen dari MUI, Karnaen
Perwataatmadja dari mantan Direktur Eksekutif IDB (Departemen Keuangan RI),
M Dawam Rahardjo, ekonom, dan pejabat dari Bank Indonesia. Lokakarya ini
dihadiri oleh 165 peserta dari berbagai ormas Islam, pejabat pemerintah dan
akademisi.
46
Kehadiran pejabat pemerintah dalam forum ini memberikan sinyal bahwa
Presiden Soeharto telah menyetujui rencana pembentukan sebuah bank Islam.
Nampaknya, Soeharto mencari waktu yang tepat untuk meluncurkan pendirian
bank Islam menghindari kritik dan pententangan dari kalangan militer. Peran
47
Islamic Development Bank (IDB) dalam pendirian bank Islam di Indonesia cukup
penting, paling tidak dalam mendorong dan memberikan garansi kerjasama
ekonomi. Organisasi Konferensi Islam (OKI) mengadakan pertemuan Forum
Permusyawaratan Ekonomi pada bulan Juni 1990 yang dibuka oleh Menteri
Luar Negeri Ali Alatas. Forum ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama
ekonomi antara Indonesia dan anggota OKI. 48
Selang beberapa saat setelah lokakarya, MUI mengadakan kongres nasional
untuk membentuk pendirian tim perbankan yang dipimpin oleh Dr. Amin
Aziz yang bertindak sebagai mediator antara ICMI dan MUI, walaupun saat
itu pendirian ICMI masih dalam tahap perencanaan sebelum berdirinya pada
Desember 1990.
Dari berbagai analisis kajian tentang Islam dan politik Indonesia, sikap
Soeharto yang memberikan ruang pada umat Islam pada paruh 1990an
disebut sebagai masa kompromis dan akomodasi Islam sebagai kekuatan
49
politik pemerintahannya. Pada masa itu, kekuatan politik Soeharto dengan
tiga sayapnya, Golkar, Birokrasi Dan ABRI mulai melemah dan karena itu
membutuhkan kekuatan lain, yaitu kelompok Islam. Rencana pendirian bank
Islam bukan tanpa halangan, bahkan penentangan itu datang dari Departemen
Keuangan, senior angkatan darat dan badan intelejen. Alasan utamanya adalah
bahwa pendirian bank Islam akan menimbulkan sektarianisme primordial.
Pendirian ICMI dan BMI ini relatif bersamaan sebagai hasil “kerja politik” bersama
pejabat pro-Islam di pemerintahan. Maka, para tokoh dan penggagas rencana
ICMI juga menjadi bagian dalam BMI. Inilah awal sikap akomodatif Soeharto
yang sangat fenomenal terhadap umat Islam yang belum pernah terjadi dalam
pemerintahan Orde Baru. 50
524