Page 57 - PROSIDING KONFERENSI NASIONAL SEJARAH X Budaya Bahari Dan Dinamika Kehidupan Bangsa Dalam Persepektif Sejarah Jakarta, 7 – 10 November 2016 Jilid VII
P. 57
12
menekankan aspek kekeluargaan dan solidaritas (Sudjana, 2010). Kemajuan ketiga bangsa
tersebut dalam berbagai sektor kehidupan umumnya berakar pada budaya
kompromi/kekeluargaan dan kerjasama/solidaritas, unsur-unsur budaya tersebut umumnya
dimanfaatkan melalui tradisi lisan.
Menurut Wenger (2005) cara paling cepat dan tepat untuk mengubah dunia ini menjadi
lebih baik adalah mengajak sebanyakmungkin orang membiasakan diri melakukan
pengamatan sendiri, mengartikulasikan, mengungkapkan dan mencatat pengamatan tersebut.
Ketika mereka melakukan hal demikian, pengamatan, persepsi, pemikiran, dan gagasan
mereka akan mencuat tak terduga dan akan berkembang laur biasa.
Bagi masyarakat maritim khususnya Masyarakat Bajo yang bermukim di wilayah
pesisir terpencil atau di pulau-pulau Menurut Ismail dan Nuraini (2013) terjadi kelangkaan
Buku Bahasa Bajo di wilayah konsentrasi masyarakat Bajo, sehingga mengharuskan
pemerintah mengembangkan Kurikulum/Buku yang Berbahasa Bajo sebagai muatan Lokal
dan menjadikan tradisi lisan seperti: iko-iko, lagu, pantun, falsafah hidup sebagai muatan ajar
yang terintegrasi. Pentingnya iko-iko sebagai tradisi lisan yang memiliki nuansa kebaharian
nampak dari iko-iko “Papakannahan Datu Kimbayat (Cerita Raja Kumbayat) yang
menceritakan seorang anak bangsawan pedagang kaya yang ulet dan merakyat. Ia berdagang
antar pulau (Banjar dan Singapura), dalam cerita tersebut nampak adanya relasi antar
komunitas, seperti ia (Abdul Hasani) yang menumpang perahu Orang Buton dari Banjar
Pangatan ke Singapura.
Bagi masyarakat pesisir dan pulau terpencil/terluar seperti tersebut perlu menyimak
pandangan Barbara Prashing bahwa kunci menuju sukses belajar dan bekerja adalah
menemukan keunikan gaya belajar dan gaya bekerja anda sendiri (Dryden dan Vos, 2011).
Namun disisi lain guru seharusnya membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber, dan menyodorkan berbagai pertanyaan untuk membuat siswa memikirkan
permasalahan dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada solusi yang dapat
dipertahankan. Menurut Arends (2008) bahwa peserta didik perlu diajari tata cara menjadi
investigator aktif dan cara menggunakan metode-metode yang sesuai dengan permasalahan
yang mereka teliti, seperti: wwawancara, observasi atau membuat catatan, termasuk etika
investigator yang baik.
Pandangan tersebut mempertegas pentingnya budaya lokal yang berserakan dalam
bentuk tradisi lisan untuk dikemas dalam bentuk muatan lokal yang terintegrasi dalam
pembelajaran, sehingga terjadi pembelajaran yang unik sesui dengan kebutuhan dan karakter
masyarakat setempat.
E. Bentuk Integrasi Tradisi Lisan dan Pembelajaran Sejarah di SMA
Pengintegrasian tradisi lisan kebaharian pada satuan pendidikan formal, khususnya
dalam pembelajaran IPS dan Sejarah adalah untuk menanamkan dan menumbuhkan kembali
semangat serta jiwa kebaharian bangsa. Wujud muatan integrasi dikemas dalam mata
pelajaran IPS/Sejarah sebagai satu kompetensi dasar dan atau integrasi dalam beberapa topik
yang relevan. Bentuk ini tidak perlu menyediakan guru-guru mata pelajaran khusus, tetapi
cukup disiapkan pelatihan pada guru-guru mata pelajaran IPS dan Sejarah yang akan diberi
muatan kebaharian.
Pengintegrasian tradisi lisan komunitas bahari dapat dilakukan dengan menggunakan
metode tugas, yaitu guru memberi tugas kepada siswa baik secara individu maupun secara
kelompok dengan petunjuk yang jelas, sehingga siswa dengan mudah memperoleh informasi
dari masyarakat melalui teknik: wawancara, pengamatan, dan studi dokumen, sehingga siswa
dapat mengembangkan beberapa keterampilan, seperti: keterampilan bertanya, keterampilan
mengemukakan pendapat secara lisan dan tulisan, keterampilan mengamati suatu fenomena
sosial. Dalam kondisi seperti ini siswa dapat memperkaya dirinya dengan berbagai sumber