Page 56 - PROSIDING KONFERENSI NASIONAL SEJARAH X Budaya Bahari Dan Dinamika Kehidupan Bangsa Dalam Persepektif Sejarah Jakarta, 7 – 10 November 2016 Jilid VII
P. 56

11


                       Petuah  nenek  moyang  tentang  kebaharian,  yaitu:  de  gaga-tu  akkatenningetta  ri
               tengana  tasi’e  saliwenna  puang-allata’ala  riakkatenning,  jaji  maresopi  limbang  tasi  na
               tollettu  ri  pottanang-e.  Kalau  sudah  di  tengah  laut  (air)  tidak  ada  pegangan  kita,  selain
               berpegang  teguh  (tawakkal)  kepada  Allah  (yang  memberi  keselamatan,  rezeki  dan  lain-
               lainnya),  jadi perlu perjuangan untuk bisa sampai dan bertemu dengan daratan.
                       Makna di balik itu sangat jelas bagi pelayar Bugis-Makassar sebagai komunitas mritim bahwa
               kalau  mau  hidup  dan  bisa  bertahan  hidup,  maka  peganglah  filosofi  tersebut  sebagai  spirit  dalam
               berjuang  mengarungi  dunia  ini  sehingga  cita-cita  dan  harapan  untuk  menghidupi  keluarga  secara
               layak bahkan menjadi saudagar sukses yang sering kita dengar selama ini. Masih banyak bentuk
               kearfikan lokal lainnya yang sekiranya tak cukup ruang untuk diulas pada tulisan ini.

               D. Pendidikan Berbasis Sosial Budaya
                     Salah satu model belajar yang menarik adalah model Cina yang kembali ke akar, yaitu
               menemukan  kembali  kekuatan  dahsyat  dari  budaya  asli  masyarakat.  Cina  berusaha  keras
               mengawinkan  era  kecerdasan  jaringan  dengan  tradisi  dan  akar  budayanya  sendiri.  Dalam
               melaksanakan misi tersebut, Cina menemukan kembali bahwa banyak metode belajar yang
               efektif  saat  ini  sebenarnya  telah  pernah  diajarkan  2.500  tahun  yang  lalu  oleh  Confusius,
               diantaranya : (1) Dia menekankan pentingnya memadukan ide baru dengan ide lama  yang
               telah  teruji,  (2)  menginginkan  terjadinya  reformasi  sosial  melalui  pendidikan,  (3)
               mengandalkan konsep belajar dengan praktek, (4) menggunakan seluruh dunia sebagai ruang
               kelasnya, (5) menggunakan musik dan puisi secara meluas dalam pembelajaran, (6) belajar
               tentang  cara  belajar  sama  pentingnya  dengan  belajar  tentang  informasi,  (7)  setiap  orang
               memiliki daya belajar yang khas, dan (8) bangunlah nilai dan perilaku terpuji (Driden dan
               Vos, 2011).
                     Mencermati  pandangan  tersebut,  maka  tidak  mengherankan  selama  lebih  dari  2.000
               tahun  Orang  Cina  belajar  matematika  lewat  alat  belajar  cepat  paling  awal  di  dunia  yaitu
               Swipoa/dipoa  atau  sempoa.  Demikian  pula  dua  alat  belajar  lain  untuk  matematika  yaitu
               permainan “kartu” dan “domino”. Dalam banyak hal Cina telah memperkenalkan Revolusi
               Belajar,  dan  kita  menemukan  kembali  hal  tersebut.  Berbagai  kebenaran  klasik  tersebut
               umumnya  berserakan  dalam  bentuk  tradisi  lisan  Masyarakat  Cina  klasik  dan  selanjutnya
               dapat dihubungkan dengan riset otak dan komunikasi instan mutakhir.
                     Contoh model pembelajaran sejenis dalam arti pembangunan pada masyarakat Jepang
               yang mengakar pada Teori Z  yang dikembangkan oleh William G. Ouchi  bersumber dari
               tradisi Masyarakat Jepang yang terbiasa hidup berdekatan, karena itu Orang Jepang memiliki
               kehidupan  yang  lebih  terbuka,  sehingga  sedikit  sekali  rahasia  kehidupan  pribadi  yang
               tersembunyi. Masyarakat Jepang memiliki lima karakter kunci yang dipandang sebagai akar
               kekuatan  bangsanya,  yaitu:  (1)  Emulasi,  hasrat  atau  upaya  untuk  menyamai  atau  melebihi
               kemajuan orang lain, (2) Konsensus, kebiasaan untuk berkompromi dan bukan konfrontasi,
               (3) Futurism, berpandangan jauh ke depan menatap kemajuan bagi perorangan dan kemajuan
               bersama  di  masa  depan,  (4)  Kualitas,  mutu  menjadi  faktor  penarik  bagi  setiap  proses  dan
               hasil produksi Jepang, dan (5) Kompetisi,  sumberdaya manusia dan produk Jepang memiliki
               keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dalam tata kehidupan dan tata ekonomi
               global (Sudjana, 2010).
                     Kemajuan Jepang kemudian diikuti oleh Korea Selatan yang juga memunculkan teori
               baru  yang  dikembangkan  oleh  Myon  Woo  Lee  yang  disebut  Teori  W.  Lee
               merekomendasikan  pengembangan  budaya  teknologi  dan  industri  khusus  Korea  Selatan
               untuk  mengantarkan  negeri  ini  menjadi  salah  satu  kekuatan  ekonomi  dunia.  Lee  juga
               menyarankan  upaya  mengoptimalkan  penggunaan  budaya,  keunggulan  geografis,
               karakteristik penduduk, sumber daya alam, dan kreativitas masyarakat. Budaya Korea Selatan
   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61