Page 54 - PROSIDING KONFERENSI NASIONAL SEJARAH X Budaya Bahari Dan Dinamika Kehidupan Bangsa Dalam Persepektif Sejarah Jakarta, 7 – 10 November 2016 Jilid VII
P. 54

9


               bagian dari masyarakat itu sendiri.  Ibarat pepatah Melayu, dimana bumi dipijak disana langit
               dijunjung. Maka falsafah Bugis-Makassar ini bermakna, dimanapun perahuku kutambatkan,
               di sanalah saya menanam budi baik. Selanjutnya terdapat beberapa nyanyian Pelaut Bugis-
               Makassar, berikut ini.
                       Pitte Cina uala ranreng lopi
                       Jarung sipeppa’ uala balango
                       Nakua sompe’ mua
                            Dengan benang Cina (sutera) seutas sebagai tali perahu
                            Dengan jarum sebatang sebagai jangkar
                            Akupun tetap berlayar
                       Somperengng-e uala paddaga-raga
                       Tasi-e uala lino pottanang
                       Lolangeng ri masagena-e
                            Berlayar adalah nafas hidupku
                            Laut adalah daratanku
                            Dijadikan pengembaraan tanpa batas
                       Nalawa mua salareng riwu
                       Nakuguncirik gulikku
                       Kualeleangngi tellengng-e natowali-e
                              Meski di hadapan ada topan
                              Kemudiku tetap kuputar
                              Lebih baik tenggelam dari pada surut/kembali
                       Dua sompe kupattinja
                       Dua guling kupattejjok
                       Dua balango kupangatta
                       Makkarewangeng maneng
                              Dua layar kusiapkan
                              Dua kemudi kutancapkan
                              Dua jangkar kuteguhkan/persiapkan
                              Semua adalah sahabatku (Hamid, 2005).
                       Orang Bugis-Makassar adalah perantau, umumnya orang sudah tahu, akan tetapi, jika
               pertanyaanya  adalah  “apakah  yang  membuat  Orang  Bugis-Makassar  suka  merantau?  dan
               mengapa Orang Bugis  banyak sukses di  tanah rantau? Tentu  saja tidak semua orang akan
               mampu menguraikan jawabannya.
                       Sedikit  berkelakar  bahwa  etos  kerja  Orang  Bugis-Makassar  sangat  tinggi  karena
               Orang  Bugis-Makassar  sangat  kompleks  kebutuhan  hidupnya.  Terutama  saat  ia  sudah
               dewasa, mulailah berpikir untuk menikah, dan tradisi pernikahan di kalangan Orang Bugis-
               Makassar tidak murah. Setelah menikah berpikir lagi untuk memiliki rumah dan kendaraan.
               Setelah  itu  tercapai,  maka  mereka  ingin  naik  Haji.  Bagi  mereka  status  haji  adalah  simbol
               religius  dan  simbol  strata  sosial  ekonomi  bagi  Orang  Bugis-Makassar.  Setelah  semua  itu
               tercapai, maka Orang Bugis-Makassar kembali lagi ke kebutuhan dasar tadi, ingin menikah
               lagi, ingin memiliki rumah baru, kendaraan baru, naik haji lagi dan seterusnya. Kebutuhan
               yang  tinggi  inilah  yang  membuat  Orang  Bugis-Makassar  memiliki  etos  kerja  keras  yang
               menyebabkan mereka merantau dengan mengarungi lautan.
   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59