Page 101 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 101

88       Gubernur Pertama di Indonesia



            mempromosikan  Indische  Partij  (IP),  sebuah  partai  politik  yang
            tergolong  radikal.  Ditawari  sebagai  Ketua  IP  daerah  Probolinggo,
            Soeroso  menolak  dengan  alasan  masih  menjabat  sebagai  ketua
            Sarekat Islam.
                    Selanjutnya  pada  1919,  R.  P.  Soeroso  pindah  ke  Mojokerto,
            Jawa  Timur.  Ia  tetap  sebagai  ketua  BOW,  dan  kemudian  Presiden
            Sarekat Islam Kabupaten Mojokerto. Dalam selang waktu tiga tahun,
            Soeroso  menjadi  Ketua  Personil  Pabrik  Bond  Daerah  Mojokerto.  Ia
            memimpin  pemogokan  buruh  pabrik  gula  yang  seluruhnya—
            berjumlah  12  pabrik—milik  orang  Belanda.  Pemogokan  menuntut
            perbaikan  nasib  buruh  pabrik  yang  dirasakan  masih  di  bawah
            ukuran  layak.  Tak  pelak,  pemogokan  itu  dianggap  sebagai  simbol
            nyata perlawanan terhadap kolonialisme Belanda.
                    R.  P.  Soeroso  konsisten  berjuang  memperbaiki  nasib  kaum
            petani.  Ia  terus  memimpin  petani  menghadapi  pabrik-pabrik  gula
            yang berkuasa. Salah satu hasil perjuangannya yang penting adalah
            pembagian  lahan  pertanian  kepada  para  petani  di  Kabupaten
            Sidoarjo,  Mojokerto,  dan  Jombang.  Ia  juga  memperjuangkan  harga
            sewa lahan persawahan untuk berbagai tanaman, termasuk tanaman
            tebu.  Lahan  persawahan  juga  perlu  pemeliharaan  untuk
            meningkatkan produktivitas hasil tanaman. Oleh karena itu, Soeroso
            memperjuangkan agar petani memiliki pengetahuan yang memadai
            dalam mengelola sawahnya.
                    Selanjutnya,  sekitar  tiga  tahun  (1922–25),  R.  P.  Soeroso
            memimpin surat  kabar  Kemadjoean Hindia di Surabaya.  Penerbitan
            surat  kabar  itu  kemudian  dihentikan  karena  “tekor”—pendapatan
            yang  diterima  tidak  dapat  menutup  biaya  pengeluaran.  Uang
            langganan yang diharapkan bisa masuk 100 persen ternyata hanya
            sekitar separuhnya. Para penerbit pribumi juga tidak dapat berharap
            banyak  dari  hasil  pemasangan  iklan  produk  pribumi  sendiri.
            Sementara  para  pedagang  nonpribumi—Eropa  dan  Cina—tidak
            tertarik memasang iklan dalam surat kabar milik pribumi.
   96   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106