Page 102 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 102

Raden Pandji Soeroso        89



               KIPRAH DI VOLKSRAAD

               Berkat  pengaruh  dan  kedudukannya,  Soeroso  kemudian  diangkat
               menjadi  anggota  Volksraad  sejak  1924.  Meski  secara  harfiah
               bermakna  ‘dewan  rakyat’,  fungsi  dan  peran  Volksraad  sebenarnya
               terbatas bagi “rakyat” pribumi. Awalnya, lembaga itu hanya memiliki
               kewenangan sebagai penasihat. Baru pada 1927, Volksraad memiliki
               kewenangan  kolegislatif  bersama  Gubernur  Jenderal  yang  ditunjuk
               oleh  Belanda.  Selain  itu,  mekanisme  keanggotaan  Volksraad  dipilih
               melalui  pemilihan  tidak  langsung.  Pada  1939,  hanya  2.000  orang
               memiliki  hak  pilih,  sebagian  besar  orang  Belanda  dan  orang  Eropa
               lainnya.
                       Namun,  keterbatasan  “perwakilan  rakyat”  tersebut  tidak
               membuat  R.  P.    Soeroso  kehilangan  selera  berjuang.  Dalam  pidato
               pertama  yang  disampaikan  pada  sidang  tahun  1924,  ia  mengkritik
               pemerintah  Hindia  Belanda  yang  menerapkan  kebijakan  menarik
               pajak landrente di wilayah Sumatera Barat.  Pidato tersebut membuat
               Gubernur  Jenderal  Fock  marah  kepada  Soeroso  dan  tidak  mau
               mengundangnya berkenalan. Akan tetapi kebijakan penarikan pajak
               di  wilayah  Sumatera  Barat  itu  berhasil  digagalkan.  Lantaran
               keberhasilannya itu, Soeroso diberi gelar ‘datuk’ melalui rapat umum
               di Padang.

                      Dalam  karier  politiknya,  R.  P.  Soeroso  tercatat  menjadi
               anggota Volksraad dalam periode yang cukup panjang. Di Volksraad,
               Soeroso  tergabung  dalam  sebuah  ‘fraksi  nasional’  yang  dibentuk
               pada 1927 yang diketuai oleh Mohammad Husni Thamrin. Fraksi itu
               bertujuan mencapai kemerdekaan dan kedaulatan penuh Indonesia.
               Namun,  di  sisi  lain,  fraksi  itu  juga  berkolaborasi  dengan
               pemerintahan kolonial. Artinya, Soeroso dan tokoh lain dalam fraksi
               itu  juga  bersedia  bekerja  sama  dalam  pemerintahan  Hindia
               Belanda—seperti  halnya  ‘kelompok  kooperator’  atau  golongan
               nasionalis kanan semisal Koesoemo Oetojo, Oto Iskandardinata, dan
               Ali Sastroamidjojo. Pada 11 Januari 1941, Husni Thamrin meninggal
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107