Page 19 - Kelas XI_Sejarah Indonesia_KD 3.6
P. 19
19
Radin Inten II adalah putra tunggal Radin Imba II (1828-1834). Radin
Imba II sendiri putra sulung Radin Inten I gelar Dalam Kesuma Ratu IV
(1751-1828). Dengan demikian, Radin Inten II cucu dari Radin Inten I.
Pada saat Radin Inten II lahir tahun 1834, ayahnya, Radin Imba II,
ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke P. Timor, akibat memimpin
perlawanan bersenjata menentang kehadiran Belanda yang ingin
menjajah Lampung. Istrinya yang sedang hamil tua, Ratu Mas, tidak
dibawa ke pengasingannya. Pemerintahan Keratuan Lampung dijalankan
oleh Dewan Perwalian yang dikontrol oleh Belanda.
Radin Inten II tidak pernah mengenal ayah kandungnya tersebut,
tetapi ibunya selalu menceritakan perjuangan ayahnya sehingga pada
saat dinobatkan sebagai Ratu Negara Ratu, Radin Inten II melanjutkan
berjuang memimpin rakyat di daerah Lampung untuk mempertahankan
kedaulatan dan keutuhan wilayahnya. Perjuangannya didukung secara
luas oleh rakyat daerah Lampung dan mendapatkan bantuan dari daerah
lain, seperti Banten.
Salah satunya dengan H. Wakhia, tokoh Banten yang pernah
melakukan perlawanan terhadap Belanda dan kemudian menyingkir ke
Lampung. Radin Inten II mengangkat H. Wakhia sebagai penasihatnya. H.
Wakhia menggerakkan perlawanan di daerah Semangka dan Sekampung
dengan menyerang pos-pos militer Belanda. Tokoh lain yang juga menjadi
pendukung utama Radin Inten II ialah Singa Beranta, Kepala Marga
Rajabasa.
Sementara itu, Radin Inten II memperkuat benteng-benteng yang
sudah ada dan membangun benteng-benteng baru. Benteng-benteng ini
dipersenjatai dengan meriam, lila, dan senjata-senjata tradisional. Bahan
makanan seperti beras dan ternak disiapkan dalam benteng untuk
menghadapi perang yang diperkirakan akan berlangsung lama. Semua
benteng tersebut terletak di punggung gunung yang terjal, sehingga sulit
dicapai musuh. Beberapa panglima perang ditugasi memimpin benteng-
benteng tersebut. Singaberanta, misalnya, memimpin benteng Bendulu,
sedangkan Radin Inten II sendiri memimpim benteng Ketimbang.
Melihat munculnya kembali perlawanan di daerah Lampung setelah
reda selama enam belas tahun, pada tahun 1851 Belanda mengirim
pasukan dari Batavia. Pasukan berkekuatan 400 prajurit yang dipimpin
oleh Kapten Jucht ini bertugas merebut benteng Merambung. Akan tetapi,
mereka dipukul mundur oleh pasukan Radin Inten II. Karena gagal merebut
Merambung, Belanda mengubah taktik. Kapten Kohler, Asisten Residen
Belanda di Teluk Betung, ditugasi untuk mengadakan perundingan dengan
Radin Inten II.
Setelah berkali – kali mengadakan perundingan, akhirnya dicapai
perjanjian untuk tidak saling menyerang. Belanda mengakui eksistensi
Negara Ratu. Raden Inten II pun mengakui kekuasaan Belanda di tempat –
tempat yang sudah mereka duduki. Perjanjian itu digunakan Belanda
hanya sebagai adem pause menunggu kesempatan untuk melancarkan
serangan besar – besaran. Bagi mereka dengan cara apa pun, Raden Inten
II harus ditundukan.
Belanda yakin, selama Radin Inten II masih berkuasa, kedudukan
mereka di Lampung akan tetap terancam. Namun, sebelum memulai
serangan-serangan baru, Belanda berusaha memecah belah masyarakat
Lampung. Kelompok yang satu diadu dengan kelompok yang lain. Di
kalangan masyarakat ditimbulkan suasana saling mencurigai. Tugas itu
dipercayakan kepda Kapten Kohler.