Page 105 - Microsoft Word - KeruntuhanTeoriEvolusi
P. 105
“ya”, karena dengan ini dia akan dapat menjelas-kan fenomena alam melalui cara-cara yang mudah dipahami
dan merujuk pada hukum-hukum alam tanpa menyertakan campur tangan metafisis. Bagaimanapun,
menjelaskan segala sesuatu dengan hukum alam, yakni konsep kebetulan, merupakan pertanda bahwa tidak ada
3
lagi jalan baginya. Karena, apa yang dapat dilakukannya selain mempercayai konsep kebetulan?
Memang, seperti yang dikatakan Dithfurt, penyangkalan “campur tangan supranatural” dipilih sebagai
prinsip dasar pendekatan ilmiah materialis untuk menjelaskan kehidupan. Begitu prinsip ini dipilih,
kemungkinan paling mustahil pun dapat diterima. Contoh-contoh mentalitas dogmatis ini dapat kita temui
dalam semua literatur evolusionis. Pendukung teori evolusi terkenal dari Turki, Profesor Ali Demirsoy,
hanyalah salah satu dari mereka. Seperti dijelaskan pada bagian terdahulu, menurut Demirsoy: probabilitas
pembentukan secara kebetulan Sitokrom-C, protein penting untuk kelanjutan hidup, adalah “sama dengan
4
kemungkinan seekor monyet menulis sejarah manusia dengan mesin tik tanpa membuat kesalahan sedikit pun”.
Tidak diragukan lagi, menyetujui kemungkinan semacam itu bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar
nalar dan akal sehat. Satu huruf saja di atas kertas sudah pasti ditulis manusia, apalagi buku sejarah dunia. Tak
ada orang waras yang akan setuju bahwa huruf-huruf dalam buku tebal tersebut tersusun “secara kebetulan”.
Akan tetapi, sangat menarik untuk mengetahui bagaimana “ilmuwan evolusionis” seperti Profesor Ali
Dermisoy menerima pernyataan tidak masuk akal semacam ini:
Pada dasarnya, kemungkinan pembentukan rangkaian sitokrom-C mendekati nol. Jadi, jika kehidupan
memerlukan sebuah rangkaian, dapat dikatakan bahwa probabilitasnya kejadiannya hanya satu kali di seluruh
alam semesta. Lebih dari itu, suatu kekuatan metafisis di luar definisi kita pasti telah melakukan pembentukan
tersebut. Menerima pernyataan terakhir berarti tidak sesuai dengan tujuan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
5
kita harus meng-ambil hipotesis pertama.
Selanjutnya Demirsoy menyatakan bahwa ia menerima kemustahilan ini agar “tidak usah menerima
kekuatan-kekuatan metafisis”, artinya agar tidak mengakui penciptaan oleh Allah. Sangat jelas, pendekatan
seperti ini tidak memiliki hubungan apa pun dengan ilmu pengetahuan. Karenanya tidak mengherankan jika saat
Demirsoy berbicara mengenai asal usul mitokondria dalam sel, ia mengakui secara terbuka bahwa ia menerima
penjelasan konsep kebetulan ini meskipun sebenarnya "sangat bertentangan dengan pemikiran ilmiah".
Inti permasalahannya adalah bagaimana mitokondria mendapatkan sifat ini, karena untuk
mendapatkannya secara kebetulan, bahkan oleh satu individu pun, memerlukan probabilitas yang sulit diterima
akal…. Sebagai alat respirasi dan katalis pada setiap langkah dalam bentuk berbeda, enzim ini membentuk inti
dari mekanisme. Sebuah sel harus mengandung rangkaian enzim ini secara lengkap. Jika tidak, sel tersebut tidak
akan berarti. Di sini, meskipun bertentangan dengan pemikiran biologis, untuk menghindari penjelasan yang
lebih dogmatis atau spekulasi, mau tidak mau kita harus menerima bahwa semua enzim respirasi telah tersedia
lengkap di dalam sel sebelum sel pertama menggunakan oksigen.6
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa evolusi sama sekali bukan teori yang dihasilkan melalui
penelitian ilmiah. Sebaliknya, bentuk dan substansi teori ini ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan filsafat
materialistis. Selanjutnya teori ini menjadi kepercayaan atau dogma, walau-pun bertentangan dengan fakta-fakta
ilmiah konkret. Lagi-lagi kita dapat melihat dengan jelas dari literatur evolusionis bahwa semua usaha ini benar-
benar memiliki “tujuan”. Tujuannya adalah menghalangi setiap kepercayaan bahwa semua makhluk hidup
diciptakan oleh Sang Pencipta.