Page 54 - Mapom_Vol5_No4_2023
P. 54
Ruang Kerja
Resistansi Antimikroba,
Pandemi Senyap yang
Perlu Dikendalikan
Penulis : Rini Setyowati
Editor : Fathan Nur Hamidi
Resistansi antimikroba menjadi salah satu isu utama global yang mengancam kesehatan umat manusia. Ironisnya
ancaman ini tidak disadari oleh masyarakat, hingga WHO menyebutnya sebagai pandemi senyap (silent pandemic).
Studi global menunjukkan sebanyak 4,9 juta jiwa di 204 negara meninggal dunia akibat resistansi antimikroba pada
2019, baik secara langsung maupun tidak langsung.
ndonesia termasuk lima negara sampai habis; (3) Membuang antimikroba Andalusia menegaskan kondisi ini
yang diproyeksikan akan mengalami sembarangan dan mencemari lingkungan; tentunya memerlukan intervensi baik
peningkatan persentase penggunaan dan (4) Penggunaan antimikroba pada melalui edukasi kepada masyarakat
Iantimikroba pada 2030. Data surveilans hewan yang tidak sesuai ketentuan. maupun pengawasan distribusi
Antimicrobial Resistance (AMR) Indonesia Menurut penelitian WHO tahun 2016, antibiotik lebih ketat di Saryanfar.
tahun 2019 dan 2020 yang diambil dari penggunaan antimikroba yang tidak sesuai Pada 2021, pemerintah menerbitkan
20 rumah sakit menunjukkan peningkatan (misuse) atau penggunaan antimikroba Peraturan Menteri Koordinator
resistansi bakteri penyebab infeksi aliran berlebihan (overuse) baik di sektor Bidang Pembangunan Manusia dan
darah, E. coli dan K. pneumoniae terhadap manusia maupun hewan, merupakan Kebudayaan (Permenko PMK) Nomor
antibiotik golongan sefalosporin generasi faktor terbesar penyebab terjadinya 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi
resistansi antimikroba. Nasional Pengendalian Resistansi
Parahnya kasus AMR ini tidak
sebanding dengan upaya dan lamanya
waktu penelitian yang dibutuhkan untuk
menciptakan antimikroba baru, di mana
bisa memakan waktu hingga puluhan
tahun. Antimikroba digunakan untuk
mencegah, mengendalikan dan mengobati
penyakit menular pada manusia,
hewan dan tumbuhan, misalnya berupa
antibakteri, antivirus dan antifungi.
Resistansi antimikroba terjadi ketika
mikroba seperti bakteri, virus, dan jamur
mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Seketika pengobatan antimikroba
tidak ampuh lagi. Hal ini membuat infeksi
lebih sulit diobat, semakin parah, bahkan
bisa menyebabkan kematian. Dampak Penyelewengan Antibiotik Antimikroba Tahun 2020-2024.
lainnya pada biaya pengobatan yang Berdasarkan data pengawasan BPOM menjadi salah satu anggota
semakin membengkak. BPOM tahun 2021–2022, salah satu dalam Gugus Tugas Pengendalian
Di Indonesia terdapat dua klaster penyebab resistansi antimikroba Resistansi Antimikroba. Kebijakan
pemicu terjadinya resistansi antimikroba. adalah penjualan antibiotika di sarana BPOM terkait AMR dituangkan
Pertama karena produk antimikroba yang pelayanan kefarmasian secara bebas. dalam Keputusan BPOM Nomor
digunakan adalah substandar atau bahkan Hasil pengawasan BPOM menemukan HK.02.02.1.2.03.20.98 Tahun 2020
palsu, sehingga mutunya di bawah standar 79,57% Sarana Pelayanan Kefarmasian yang mengatur peta jalan pengendalian
dan tidak dapat menyembuhkan. Kedua (Saryanfar) pada 2021 dan 75,49% AMR Tahun 2020 – 2024. BPOM terus
karena perilaku masyarakat, di antaranya Saryanfar pada 2022 melakukan melakukan pengawasan peredaran dan
(1) Peresepan antimikroba yang tidak penyerahan antimikroba, khususnya penggunaan antimikroba. Salah satu
rasional, membeli antimikroba tanpa resep antibiotika, kepada pasien tanpa resep upaya dengan berpartisipasi dalam The
dokter; (2) Antimikroba dikonsumsi tidak dokter. Global Action Plan on Antimicrobial
sesuai ketentuan, seperti tidak dikonsumsi Plt. Kepala BPOM, L Rizka Resistance (GAP-AMR) WHO.
52