Page 308 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 308

Kontituante dan cara-cara kerja. Peraturan tata tertib diterapkan dalam sidang
            pada semester pertama tahun 1957.  Selama perdebatan tentang peraturan
                                                 59
            tata tertib, partai-partai nasionalis radikal mengajukan pendapat yang secara
            prinsipil  bertentangan dengan pendapat mayoritas perihal  dasar wewenang

            konstituante dan fungsi konstituante yang, kalau diliahat dari perkembanagan
            kemudian  dapat dianggap sebagai indikasi campur tangan pemerintah yang
            dilakukan pada tahun 1959.
                                       60
                  Pembicaraan tentang dasar negara berlangsung dalam dua masa

            persidangan. Pertama, dari 11 November hingga 7 Desember 1957 dan kedua,
            dari 22 April hingga 2 Juni 1959. Pada masa persidangan pertama, tampil 101
            orang pembicara yang mengungkapkan aspirasi politik masing-masing, disertai
            berbagai  argumentasi,  termasuk  bantahan  dan  kritikan  terhadap  pandangan

            kelompok  lain.  Akhirnya  sidang  pleno  pada  6  Desember  1957  memutuskan
            bahwa perdebatan tentang dasar negara perlu ditangguhakan untuk membentuk
            Panitia  Persiapan  Konstitusi  (PPK)  yang  ditugaskan  untuk  mempersiapkan
            rumusan yang akan memungkinkan tercapainya kompromi.

                  Pada  sidang  tahun  1958,  pokok-pokok  pembicaraan  yang  penting  ialah
            ha-hak asasi manusia, penyempurnaan prosedur, dan asas-asas dasar kebijakan
            negara. Berbeda dengan sifat pedebadan mengenai dasar negara yang cenderung
            berpengaruh  pada  perpecahan,  perdebatan  tentang hak-hak asasi  manusia

            malah lebih mempersatukan. Ini terlihat dari adanya konsensus yang menonjol
            mengenai arti penting hak-hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama.
            Beberapa perbedaan pendapat yang ada berkisar pada kebebasan berpindah
            agama yang tidak dapat diterima oleh partai-partai Islam, dan masalah-masalah

            yang berkaitan  dengan  hak milik  modal  asing  yang disalahgunakan  untuk
            memeras rakyat, serta persamaan hak bagi semua warga negara Indonesia tanpa
            memandang keturunan. Pada tanggal 9 dan 11 September 1958 Kontituante
            menerima 19 Pasal mengenai hak-hak asasi manusia untuk dimasukan ke dalam

            Undang-Undang Dasar dan menyetujui sejumlah besar hak-hak asasi manusia
            khusus  untuk  diteruskan  kepada  panitia  perisapan  konstitusi  agar  dapat
            dirumuskan dalam pasal-pasal. 61


            59   Adnan Buyung Nasution, Op.Cit., h. 40
            60   M. Dzulfikriddin. Op. Cit,. h.113
            61   Adnan Buyung Nasution. Op.Cit. h. 41

                                                  Sejarah Nasional Indonesia VI            304
   303   304   305   306   307   308   309   310   311   312   313