Page 311 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 311
Setelah diadakan pembahasan, pandangan umum dan tiga kali
pemungutan suara yang tidak mencapai quorum dilanjutkan dengan absennya
anggota Konstituante sehingga tidak mungkin menyelesaikan tugas-tugasnya,
maka untuk menyelamatkan Negara Indonesia, Presiden mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.
68
Ketua Mahkamah Agung pada saat itu (Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH)
dalam suatu wawancara khusus dengan dewan redaksi seluruh Indonesia pada
tanggal 11 Juli 1959 memberikan pendapatnya mengenai dekrit presiden sebagai
berikut : “tindakan mendekrit kembali ke UUD 1945 yang dalam bahasa Belanda
dinamakan staats noodrecht. Ini berarti bahwa dalam keadaan ketatanegaraan
tertentu, kita dapat terpaksa mengadakan tindakan yang memaksa ini, dianggap
oleh presiden/panglima tertinggi angkatan perang ada dalam kita. Berdasarkan
inilah dekrit presiden tentang kembali ke UUD 1945 dikeluarkan”. 69
Padahal menurut Mr. Wilopo yang menjabat ketua Konstituante, “Majelis
ini sudah dapat menyelesaikan 90% tugasnya”. Seandainya majelis ini diberi
kesempatan beberapa bulan lagi saja, tanpa ada intervensi dari luar, niscaya
konstituante dapat menyelesaikan segenap rakyat Indonesia dengan tuntas dan
baik termasuk tentang dasar negara. Dekrit ini berarti mengakhiri hak hidup dan
keberadaan Konstituante yang dibentuk berdasarkan hasil pemilu 1955. Dekrit
itu juga menutup kesempatan bagi konstituante untuk menyelesaikan tugas-
tugas yang diamanatkan kepadanya, yakni membuat UUD baru yang lebih baik
dan lengkap bagi negara Republik Indonesia. 70
68 Basuki. Op.Cit. hh. 14-15
69 Radjab,. Op.Cit. h. 107
70 Dzulfikriddin. Op.Cit. h. 115
Sejarah Nasional Indonesia VI 307