Page 306 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 306
5 Pasca Pemilu dan Ketidakstabilan
Politik
a. Sidang Konstituante
Majelis Konstituante merupakan forum bagi wakil-wakil rakyat yang dipilih
secara langsung dalam pemilu yang bebas dan rahasia dengan tujuan untuk
merancang undang-undang dasar baru. Dari Konstituante itu, banyak pihak
berharap akan lahir karya demokrasi monumental pasca UUD 45. UUD baru
diperlukan karena UUD yang telah dimiliki Indonesia sampai saat itu bersifat
sementara. Konstituante diatur dalam pasal 134, 136, dan 137 UUD 1950.
52
Pasal yang disebut pertama berbunyi sebagai berikut :
“Konstituante (sidang Pembuat Undang-Undang Dasar) bersama-
sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang
Dasar Sementara ini”. 53
Sidang konstitusi harus diadakan sekurang-kurangnya dua kali dalam
1 tahun dan harus diadakan apabila dianggap perlu oleh panitia persiapan
konstitusi, atau atas permintaan tertulis dari sekurang-kurangnya sepersepuluh
dari jumlah anggotanya. Sidang pleno harus dinyatakan terbuka untuk umum,
kecuali apabila ketua menganggap perlu menutupnya, atau atas permintaan
sekurang-kurangnya 20 orang anggota. Semua keputusan kecuali yang dibuat
dalam sidang tertutup, harus diambil secara terbuka. Agenda sidang pleno
ditetapkan oleh panitia persiapan konstitusi tanpa mengurangi hak sidang pleno
untuk mengubahnya.
54
Konstituante dipimpin oleh ketua dengan lima orang wakil ketua. Mereka
dipilih dari anggota konstituante dalam rapat terbuka yang harus dihadiri oleh
sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota konstituante dan disahkan
oleh presiden sebelum pemilihan dan pengesahan ketua, sidang akan diketuai
oleh anggota yang tertua. Salah satu organ terpenting dalam Konstituante
adalah panitia persiapan konstitusi (PPK) yang mewakili semua golongan dan
aliran pemikiran yang terdapat di dalam Konstituante.
55
52 M. Dzulfikriddin. Op.Cit h. 111
53 Adnan Buyung Nasution, 1995. Op.Cit. hh. 34-35
54 Ibid, hh. 34-38
55 Ibid, hh.34-38
Sejarah Nasional Indonesia VI 302

