Page 99 - Nanda Amalia - Hukum Perikatan
P. 99
4. Al-Ridha (Kerelaan);
Kerelaan disini dimaksudkan sebagai kesepakatan para pihak yang
bebas dari unsur paksaan, ancaman maupun penipuan. Kerelaan ini
didasarkan pada QS. An-Nisa ayat 29, “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka (kerelaan) di antara kamu. Dan janganlah saling membunuh
dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
5. Ash-Sidq (Kebenaran dan Kejujuran);
Mendasarkan pada QS. Al-Ahzab ayat 70 yang artinya “Hai orang-
orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar”. Ayat ini bermakna setiap muslim wajib
hukumnya untuk berkata dan berperilaku jujur dalam keadaan
bagaimanapun, termasuk dalam membuat perjanjian. Setiap
ketidakjujuran atau kebohongan yang terjadi dalam suatu perjanjian
memberikan hak kepada pihak lainnya untuk menghentikan ataupun
membatalkan perjanjian tersebut.
6. Al-Kitabah (Tertulis);
Bahwa setiap perjanjian hendaknya dibuat secara tertulis adalah
berkaitan dengan kepentingan pembuktian jika terjadi sengketa di
kemudian hari. Selain itu, jika diinginkan oleh para pihak, suatu
perjanjian juga dapat menghadirkan saksi-saksi serta rahn (gadai) atau
yang dikenal dengan haftung dalam perjanjian Perdata Barat.
D. Berakhirnya Perjanjian.
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam konteks hukum Islam berakhir
dalam hal:
1. Berkahirnya masa berlaku akad/perjanjian:
Hal ini biasanya dinyatakan secara tegas dalam akad tentang masa
berlakunya dan berakhirnya perjanjian.
2. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang ber-akad;
Kondisi ini terjadi disebabkan oleh terjadinya pelanggaran terhadap
ketentuan akad yang dilakukan oleh salah satu pihak, atau oleh
karena adanya kekhilafan (error in object and error in subject) maupun
karena adanya penipuan dari salah satu pihak.
77

