Page 96 - Nanda Amalia - Hukum Perikatan
P. 96
terjadi di antara para pihak di bidang harta kekayaan sebagaimana dalam
hukum Perdata Barat. Dalam hukum Adat, yang dimaksudkan dengan
perjanjian juga termasuk pada jenis perjanjian yang tidak berwujud seperti
perbuatan karya budi.
Perjanjian dalam hukum Perdata Barat sendiri mendasarkan pada prinsip
kebebasan berkontrak (freedom of contract) sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 1338 jo Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1338 KUH Perdata
menyatakan “(1) Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. (2) Perjanjian itu tidak
dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. (3)
Perjanjian itu harus dilakukan dengan itikad baik”.
Keabsahan dari perjanjiannya adalah dengan mendasarkan pada ketentuan
Pasal 1320 KUH Perdata yaitu “Untuk sahnya perjanjian-perjanjian
diperlukan empat syarat: (1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, (2)
kecakapan untuk membuat sesuatu perikatan, (3) suatu hal tertentu, (4)
suatu sebab yang halal”.
Akibat hukum dari perjanjian yang sah adalah timbulnya kewajiban untuk
melaksanakannya dengan itikad baik (in good faith). Jika keempat syarat
dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut tidak dipenuhi maka konsekwensi
yuridis dari perjanjian tersebut adalah batal, baik batal demi hukum (null
and voit) dalam hal syarat objektifnya tidak dipenuhi maupun dapat
dibatalkan (voidable) dalam hal syarat subjektifnya yang tidak dipenuhi.
Perjanjian menurut sistem hukum Islam memegang peranan penting bagi
masyarakat Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam, terutama dalam
pelaksanaan muammalah yang menyangkut hubungan ekonomi Islam.
Sistem hukum perjanjian Islam akan melahirkan transaksi-transaksi bisnis
yang terbebas dari riba dan gharar, sehingga diharapkan dapat lebih
mendatangkan kemanfaatan bagi para pihak dan menjadikannya bebas dari
unsur pemanfaatan sepihak terhadap sesama.
B. Pengertian dan Dasar Hukum.
Perjanjian dalam bahasa Arab diistilahkan dengan Mu’ahadah Ittifa’ atau
juga yang disebut Akad. Istilah ini juga sering disandingkan dengan istilah
74

