Page 177 - Sejarah Tokoh Nama Bandar Udara (PREVIEW)
P. 177
SEJARAH TOKOH NAMA BANDAR UDARA 166
melepaskan tembakan-tembakan. Akan habis-habisan). Sementara itu, roket-roket
tetapi, mereka belum mengetahui dengan dari pesawat terbang pun telah berjatuhan.
pasti kedudukan pasukan Ngurah Rai Gugurlah segenap isi medan Margarana itu,
yang dikenal dengan nama Pasukan Ciung tetapi api perlawanannya dibawa oleh angin
Wanara. ke segenap penjuru, menjiwai perjuangan
Mengingat jumlah persenjataan seluruh rakyat.
yang minim, Ngurah Rai memerintahkan Sebagai penghargaan atas jasa-
anak buahnya agar menghemat peluru. jasanya, Pemerintah menaikkan pangkat
Semboyan yang dipakai ialah satu peluru Ngurah Rai menjadi Kolonel Anumerta.
yang ditembakkan berarti seorang musuh Di samping namanya diabadikan sebagai
harus mati. Pukul 09.00 musuh mendekat nama bandar udara di Denpasar, sebuah
dari jurusan barat laut, tetapi mereka masih kapal Angkatan Laut diberi nama KRI
belum melihat sasarannya. Setelah berjarak Ngurah Rai. Penghargaan tertinggi
sekitar 100 meter, tiba tiba terdengar diberikan Pemerintah berupa gelar
tembakan balasan dari pasukan Ciung pahlawan nasional.
Wanara. Beberapa orang tentara Belanda
tewas.
Peristiwa tersebut bagi Ngurah Rai
sangat berisiko karena pihak Belanda sudah
dapat memastikan posisi pasukannya.
Serangan-serangan yang hebat disusul
pula oleh datangnya pesawat terbang
pengintai kira-kira pukul 11.30. Perlawanan
sengit tersebut memaksapasukan Belanda
mundur 500 meter ke belakang. Kesempatan
ini digunakan oleh pasukan Ciung Wanara
untuk meloloskan diri dari kepungan musuh.
Sepanjang jalan menyusur lembah menuju
ke arah utara, pasukan yang tinggal satu
kompi itu tetap mendengungkan pekik
kemenangan: “Merdeka, merdeka sampai
mati.” Tiba-tiba pesawat terbang musuh
datang. Pasukan bermaksud menyebar,
tetapi tidak dapat bergerak dengan cepat.
Jalanan sukar ditempuh karena adanya
jurang yang dalam. Di sinilah pemuda-
pemuda Bali itu mempertaruhkan segenap
keberaniannya untuk berperang. Suasana
sudah demikian kritis. Untuk terakhir kali
Ngurah Rai berseru, ”Puputan” (yang berarti