Page 121 - Atlas Sejarah Kebudayaan Islam
P. 121
Atlas Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Jaringan Keilmuan Ulama dan Perkembangan Islam di Nusantara
TERBENTUKNYA PESANTREN, SANTRI, DAN TAREKAT
(ABDUR RAUF SINGKEL, SYAIKH ULAKAN, ABDUL MUHYI),
SATARIYAH
Ulama memiliki pengaruh penting dalam kehidupan (1646—1677), menggantikan Sultan Agung (1613— sosial-keagamaan yang berbeda: ulama–penghulu Melalui pesantren dan tarekat yang didirikan, para
keagamaan masyarakat Nusantara. Sistem sosial- 1646), para ulama yang berbasis di pantai utara yang berada di lingkungan kraton dan menjadi ulama kemudian menjadi satu kekuatan sosial-
politik dan budaya Nusantara yang berpusat pada Jawa harus menghadapi sikap politik Amangkurat bagian dari elit priyayi Jawa, dan ulama pesantren politik tersendiri yang bebas dari kontrol politik
raja, semakin memperkuat keberadaan dan otoritas I yang berakhir pada peristiwa pembunuhan para yang berbasis di pesantren-pesantren yang pihak kerajaan. Peran dan kedudukan ulama pada
ulama di tengah masyarakat. Ulama bukan saja ulama pesisir Jawa yang berjumlah sekitar lima tersebar di wilayah pedalaman Jawa. abad ke-17 dan juga awal abad ke-18, dimana
bertindak sebagai penerjemah nilai Islam dalam sampai enam ribu, termasuk keluarga dan anak- mereka berada di bawah patronase kerajaan,
masyarakat, namun muncul sebagai elit. Namun anak mereka. Kondisi itu berdampak pada posisi ulama dalam telah berakhir. Ulama pada abad ke-19 telah
demikian, sistem politik dan budaya yang berpusat perkembangan politik di kerajaan. Ulama menjadi memiliki bentuk lembaga dan selanjutnya orientasi
pada raja, pada saat yang sama menjadikan Kondisi tersebut mengakhiri kekuasaan politik lebih berkonsentrasi pada proses pembentukan kegiatan yang sedemikian mapan yang berbasis di
keberadaan ulama sangat rentan terhadap berbagai ulama di pantai utara Jawa, dan sekaligus umat yang berbasis di pesantren-pesantren dan pesantren-pesantren.
perubahan sosial-politik di sebuah kerajaan. Hal ini melahirkan hubungan yang tidak harmoinis antara juga tarekat-tarekat, khususnya di Jawa. Namun,
bias dilihat dari pengalaman politik ulama di Jawa ulama dengan pihak kerajaan. Hal ini semakin tidak hanya Jawa dengan pesantrennya, muncul
yang membuktikan rentannya hubungan ulama- diperkuat ketika raja mengangkat sebagian ulama pula Surau dan Dayah di Sumatra.
raja, dengan contoh kasus Amangkurat I naik tahta pada posisi formal sebagai penghulu kerajaan,
yang melahirkan dua corak ulama dengan orientasi
110 111