Page 42 - MODUL 3
P. 42
5) Hasil tanaman harus diberikan kepada pemerintah kolonial. Apabila harganya melebihi
kewajiban pembayaran pajak, kelebihannya harga akan dikembalikan kepada petani.
6) Penyerahan teknik pelaksanaan aturan sistem tanam paksa kepada kepala desa.
7) Kegagalan atau kerusakan sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan dari
petani seperti karena terserang hama atau bencana alam, akan di tanggung pemerintah
kolonial.
c. Dampak dan akibat sistem tanam paksa
Pelaksanaan tanam paksa banyak menyimpang dari aturan sebenarnya dan memiliki
kecenderungan untuk melakukan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh sebab itu, tanam
paksa menimbulkan akibat yang bertolak belakang bagi Bangsa Indonesia dan Belanda, di antaranya
sebagai berikut.
1) Bagi Indonesia
a) Beban rakyat menjadi sangat berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil
panennya, mengikuti kerja rodi serta membayar pajak.
b) Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan
sehingga penghasilan menurun drastis.
c) Timbulnya wabah penyakit dan terjadi banyak kelaparan di mana-mana.
d) Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
e) Rakyat Indonesia mengenal tanaman dengan kualitas ekspor.
f) Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam berbagai jenis tanaman baru.
2) Bagi Belanda
a) Kas Belanda yang semula kosong menjadi dapat terpenuhi.
b) Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja (surplus).
c) Hutang-hutang Belanda terlunasi.
d) Perdagangan berkembang pesat.
e) Amsterdam sukses dibangun menjadi kota pusat perdagangan dunia.
d. Akhir sistem tanam paksa
Tanam paksa yang berakibat banyak hal negatif bagi bangsa Indonesia, yang pada akhirnya
menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan, baik di negeri Belanda sendiri maupun Indonesia,
seperti berikut.
1) Eduard Douwes Dekker
Merupakan seorang pejabat Belanda yang pernah menjabat
sebagai Asisten Residen Lebak (Banten). Douwes Dekker cinta
kepada penduduk pribumi, khususnya yang sengsara karena
tanam paksa. Menggunakan nama samaran Multatuli yang
memiliki arti 'aku telah banyak menderita', ia menulis buku berjudul
Max Havelaar atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda
(1859) yang menceritakan kesengsaraan rakyat Indonesia akibat
sistem tanam paksa.
2) Baron van Hoevel
Baron van Hoevel merupakan seorang missionaris yang pernah
tinggal di Indonesia (1847). Pada perjalanannya di Bali, Madura Gambar Eduard Douwes Dekker
dan Jawa, ia banyak melihat kesengsaraan rakyat akibat adanya
cultuurstelsel. Setelah pulang ke Belanda dan terpilih menjadi anggota parlemen. Ia sering
melakukan protes terhadap pelaksanaan tanam paksa, ia gigih dalam berjuang menuntut
dihapusnya tanam paksa. Akibat adanya protes tersebut, pemerintah Belanda secara bertahap
menghapuskan tanam paksa. Pada tahun 1865 kayu manis, teh, dan nila dihapuskan. Pada
tahun 1866 tembakau, kemudian tebu pada tahun 1884. Sedangkan kopi merupakan
tanaman yang paling akhir dihapus, yaitu pada tahun 1917 karena kopi paling banyak memberi
keuntungan.
38 Modul Ilmu Pengetahuan Sosial VIII SMP/MTs Semester Genap (Kurikulum 2013)