Page 37 - MODUL 3
P. 37
a. Pelaksanaan sistem pajak sewa tanah (landrent system)
Pada sistem pemerintahan yang diterapkan oleh Raffles di Nusantara, beranggapan bahwa
pemerintah kolonial merupakan pemilik tanah sehingga para petani yang menggarap tanah dianggap
sebagai penyewa (tenant) tanah milik pemerintah. Supaya dapat penyewaan tanah ini para petani
diwajibkan membayar sewa tanah (landrent) atau pajak atas pemakaian tanah pemerintah. Sewa
tanah ini kemudian dijadikan dasar kebijaksanaan ekonomi pemerintahan Inggris di bawah Raffles.
Sistem sewa tanah ini dikenal dengan nama landelijk stelsel. Sistem ini tidak hanya diharapkan
dapat memberikan kebebasan dan kepastian hukum kepada para petani serta dapat merangsang
mereka untuk menanam tanaman dagangan yang laku di pasaran, akan tetapi dapat juga menjamin
arus pendapatan negara.
Pelaksanaan sistem sewa tanah mengandung banyak konsekuensi-konsekuensi yang berat
atas hubungan antara pemerintah kolonial Inggris di satu pihak dan rakyat Nusantara dengan
penguasa-penguasanya di lain pihak. Perubahan itu dapat dikatakan revolusioner karena
mengandung perubahan asasi, yaitu dihilangkannya unsur paksaan atas rakyat dan digantikan
dengan suatu sistem di mana hubungan ekonomi antara pemerintah dan rakyat di dasarkan atas
kontrak yang didasarkan atas sukarela oleh kedua belah pihak. Jadi, perubahan ini bukan hanya
didasarkan pada perubahan ekonomi semata-mata, tetapi lebih lagi merupakan perubahan sosial
budaya yang menggantikan ikatan-ikatan adat yang tradisional dengan ikatan kontrak yang belum
pernah dikenal. Dengan demikian, kehidupan masyarakat Jawa yang tradisional hendak digantikan
dengan kehidupan masyarakat seperti yang dikenal masyrakat di negara barat. Demikian pula
dengan sistem ekonomi masyarakat Jawa yang tradisional dan feodal itu hendak digantikan dengan
sistem ekonomi yang didasarkan pada lalu lintas perdagangan yang bebas.
Sistem sewa tanah tidak meliputi seluruh Pulau Jawa. Misalnya di daerah sekitar Batavia
maupun di daerah Priyangan sistem sewa tanah tidak diadakan, karena daerah-daerah sekitar
Batavia pada umumnya adalah milik swasta, sedangkan di daerah Priyangan, pemerintahan kolonial
berkeberatan untuk menghapus sistem tanam wajib kopi. Raffles ingin berpatokan pada tiga asas,
antara lain sebagai berikut.
1) Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan rakyat
tidak dipaksa untuk menanam satu jenis tanaman, melainkan mereka diberi kebebasan untuk
menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam.
2) Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai gantinya mereka
dijadikan bagian integral dari pemerintahan kolonial dengan fungsi-fungsi pemerintahan yang
sesuai, perhatian mereka harus terpusat pada pekerjaan-pekerjaan umum yang dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
3) Para petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa tanah milik pemerintah. Guna
penyewaan tanah ini para petani diwajibkan membayar sewa tanah atau pajak atas pemakaian
tanah pemerintah.
Penentuan besarnya pajak, tanah dibagi menjadi tiga kelas, yaitu sebagai berikut.
a) Kelas I, yaitu tanah yang subur, dikenakan pajak setengah dari hasil bruto.
b) Kelas II, yaitu tanah setengah subur, dikenakan pajak sepertiga dari hasil bruto.
c) Kelas III, yaitu tanah tandus, dikenakan pajak dua per lima dari hasil bruto.
b. Tujuan sistem sewa tanah
Pelaksanaan sistem sewa tanah yang diperkenalkan oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles
mengandung tujuan sebagai berikut.
1) Para petani dapat menanam dan menjual hasil panennya secara bebas untuk memotivasi
mereka agar bekerja lebih giat sehingga kesejahteraannya mejadi lebih baik.
2) Daya beli masyarakat makin meningkat sehingga dapat membeli barang-barang industri
Inggris.
3) Pemerintah kolonial mempunyai pemasukan negara secara tetap.
4) Memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki petani.
5) Secara bertahap untuk mengubah sistem ekonomi barang menjadi ekonomi uang.
Modul Ilmu Pengetahuan Sosial VIII SMP/MTs Semester Genap (Kurikulum 2013) 33