Page 15 - Bibliografi Beranotasi Karya Tjipto Mangoenkoesoemo
P. 15
termasuk “generasi pertama”. Mereka telah mulai aktif dalam
pergerakan kebangsaan ketika dasawarsa kedua abad 20 baru
saja dimasuki. Sedangkan Sukarno, Hatta dan lainlain boleh
dikatakan termasuk “generasi kedua”—bukankah mereka mu-
lai menggebugebu ketika dekade ketiga abad 20 baru dima-
suki? Bisa jugalah dipahami kalau pada awalnya pergerakan
kebangsaan itu belumlah bertolak dari hasrat ideologis “nasi-
onalisme modern”. Para pejuang awal itu lebih mempersoalkan
“martabat anak negeri” dalam konteks ketimpangan stratifikasi
sosial yang dipelihara kolonialisme. Tetapi betapa tipis batas
dari kedua sikap kesejarahan ini. Maka mestikah diherankan
kalau “sebuah peristiwa kecil” bisa saja menimbulkan kegon-
cangan politik kolonial.
Begitulah ketika pemerintah kolonial Belanda sedang ber-
siap-siap untuk menyelenggarakan pesta peringatan “ulang
tahun ke100 kemerdekaan Belanda” (dari dominasi Span-
yol) seorang anak muda bangsawan terpelajar (Suwardi Sury-
aningrat—sekian tahun kemudian dikenal sebagai Ki Hadjar
Dewantara) menulis artikel yang berjudul “Als ik een Neder-
lander was” (Jika saya seorang Belanda). Seketika tulisan ini
diterbitkan dalam harian De Express (19 Juli, 1913) maka di
waktu itu pula sebuah “peristiwa tidak terlupakan” telah terca-
cat dalam sejarah modern Indonesia. Apalagi kemudian artikel
ini didukung pula oleh tulisan dokter Tjipto. Bukankah tulisan
yang menggugat “ulang tahun kemerdekaan Belanda” ini ada-
lah serangan intelektual dan politik yang frontal terhadap impe-
rialisme yang kini sedang dijalankan Belanda? Bagaimanakah
akal sehat harus dijalankan ketika bangsa penjajah (Belanda)
merayakan hari kemerdekaan bangsanya (Belanda) di negeri
yang sedang berada di bawah jajahannya?
Maka bisalah dipahami juga kalau beberapa hari kemudian
pemerintah kolonial Hindia- Belanda mengambil tindakan yang
“masuk akal” juga. Kedua mereka dan teman seperjuangan
mereka seorang Indo, Douwes Dekker, ditangkap dan kemudi-
an ketiganya disingkirkan ke negeri Belanda. Bukankah mer-
eka bukan saja adalah penerbit majalah De Indier yang kritis
tetapi adalah pula pendiri partai yang cenderung radikal, In-
dische Vereeniging atau Sarekat Hindia? Kehadiran mereka di
negeri Belanda ternyata memberi pengaruh yang berarti juga
Bibliografi Beranotasi Karya 3
Tjipto Mangoenkoesoemo