Page 17 - Bibliografi Beranotasi Karya Tjipto Mangoenkoesoemo
P. 17

berpindah. Maka iapun seakan-akan dipesilahkan untuk berke-
                liling Jawa, Madura, Aceh, Palembang, Jambi dan Kalimantan
                Timur. Tetapi aktivitas intelektualnya masih tetap mencuriga-
                kan. Akhirnya ia dipindahkan ke Bandung  tetapi dilarang keluar
                kota. Ketika inilah dokter Tjipto kembali dengan serius membuka
                praktek dan memperdalam ilmu kedokterannya.
                  Diasingkan ke wilayah yang tidak memakai bahasa Jawa – ke
                kota  Bandung—mungkin  keputusan  kolonial  yang  bijaksana
                juga, tetapi sayangnya awal tahun 1920­an adalah pula masa
                ketika kelompok studi para terpelajar muda di kota ini  sedang
                mengalami  perubahan.  Kebetulan    pada  awal  tahun  ini   be-
                berapa orang mantan aktivis pergerakan mahasiswa di negeri
                Belanda  telah “pulang kampung”. Maka bisalah dipahami juga
                kalau pengalaman mereka di negeri asing menjadi perhatian
                para  anggota kelompok studi.  Apalagi pada waktu itu telah
                pula  ada  organisasi  sosial  yang  menjadikan  dirinya  sebagai
                partai politik, seperti umpamanya  Partai Sarekat Islam.  Ketika
                inilah Algemeene Studie Club (1926) menampilkan diri sebagai
                sebuah partai kebangsaan dengan landasan nasionalisme –
                Partai Nasional Indonesia (PNI) – di bawah pimpinan Sukarno.
                  Pertengahan kedua tahun 1920­an bukan saja masa ketika
                kehadiran  sebuah  bangsa  yang  disebut  INDONESIA  diperke-
                nalkan dalam Kongres Pemuda II, dengan memakai apa yang
                kemudian disebut Sumpah Pemuda (1928)  sebagai landasan
                perjuangan, tetapi adalah pula saat ketika radikalisme politik
                sedang menaik. Pada akhir tahun 1926  di Banten dan kemu-
                dian ­­pada bulan Januari, 1927­­ di nagari Silungkang (Su-
                matra Barat) terjadilah apa yang disebut sebagai “pemberon-
                takan komunis”. Maka mestikah diherankan kalau sejak itu
                kekuasaan kolonial semakin sensitif – bahkan boleh dikatakan
                berlebih­lebihan—terhadap  segala  hal    yang  dianggap  men-
                gancam ketenteraman politik? Bukan saja tanah pembuangan
                Digul semakin ramai dihuni oleh  mereka yang dianggap terli-
                bat dalam kecenderungan politik yang menentang pemerintah,
                kecurigaan politik terhadap organisasi anak negeri pun sema-
                kin menjadi­jadi pula. Dalam situasi ketika kekuasaan kolonial
                telah semakin sensitif dan dipenuhi oleh rasa curiga ini maka
                dokter Tjipto pun menjadi sasaran kecurigaan.
                  Apapun alasannya dan terlepas pula dari benar atau salah


                                                               Bibliografi Beranotasi Karya  5
                                                               Tjipto Mangoenkoesoemo
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22