Page 18 - Bibliografi Beranotasi Karya Tjipto Mangoenkoesoemo
P. 18

tuduhan yang dikenakan pada dirinya, nama dokter Tjipto tel-
                ah  terekam  sebagai  tokoh  oposisi  yang  lantang.  Maka  begit-
                ulah   pada tahun 1928  pemerintah kolonial menangkapnya
                dan mengasingkannya  ke  Banda Neira. Di kota kecil yang ter-
                letak di bagian Timur kepulauan Indonesia  inilah ia dan kel-
                uarga bertempat tinggal selama beberapa tahun. Kebetulan di
                kota kecil yang terletak di sebuah pulau kecil ini seorang tokoh
                nasionalis lain, Mr. Iwa Kusumasumantri, disingkirkan. Maka
                nasibpun menentukan pula bahwa di pulau kecil ini   pula
                dokter Tjipto menjalin persahabatan dengan Hatta dan Sjahrir
                – dua tokoh pergerakan nasional yang sejak lama telah meng-
                hormatinya, meskipun dari kejauhan saja.
                  Dalam buku ini dimuat ikhtisar dari sekian banyak tulisan
                dokter Tjipto yang diterbitkan beberapa surat kabar dan ma-
                jalah  sejak  tahun 1911.  Bukanlah suatu keanehan kalau tu-
                lisannya pertama dimuat dalam majalah Het Tijdschrift, sebuah
                majalah  yang dipimpin teman seperjuangannya, E.F.E. Dou-
                wes Dekker (yang kemudian –setelah Proklamasi Kemerdekaan
                – menyebut namanya Setiabudhi), berjudul (ditulis dalam ba-
                hasa Belanda) “Mestikah orang Jawa selamanya mandul dalam
                pemikiran”? Ketika ia telah “dibuang” ke Eropa –bersama­sama
                kawan­kawan  seperjuanganya  (Douwes  Dekker  dan  Suwardi
                Suryaningrat) – dokter Tjipto menulis kesan-kesannya tentang
                Eropa dan melihat betapa jauhnya “tanah Hindia” ketinggalan
                zaman. Ketika  telah dibolehkan kembali ke “tanah Hindia” ia
                melanjutkan kebiasannya menulis di majalah dan surat-surat
                kabar berbahasa Belanda—seperti  De Expressi (Bandung), De
                Voorpost  (Solo),  De Indier (Semarang), mingguan De Beweging
                (Bandung), Indonesian Moeda (Bandung), Jong Indonesie,  Bata-
                viaasch Niewsblad.  Ketika ia telah dibolehkan kembali ke pulau
                Jawa dokter Tjipto sempat juga menulis sebuah artikel dalam
                bahasa Indonesia  di surat kabar Pemandangan  Juni, 1941.
                  Tidak lama kemudian –pada bulan Maret tahun 1943-- dok-
                ter Tjipto, sang nasionalis generasi pertama , meninggal dunia.
                Tetapi namanya abadi dalam kenangan bangsa. Namanya pun
                dipakai sebagai nama  rumah sakit terbesar di Jakarta  RSCM.



                  Taufik Abdullah (A.I.P.I.)


        6   Bibliografi Beranotasi Karya
            Tjipto Mangoenkoesoemo
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23