Page 161 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 161
maka Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang tangan kanan Van Mook
menyebutkan sebagai “kekuatan ketiga” (kekuatan pertama adalah RI,
dan kekuatan kediua adalah Belanda). Pengambil inisiatif pembentukan
BFO adalah PM NIT Ide Anak Agung Gde Agung dan PM Negara
Pasundan R.T. Adil Puradiredja. 39
Agenda konperensi ditentukan Anak Agung dan pembicaraan
sengit berlangsung pada 15 Juli hingga 18 Juli 1948. Sebagai ketua BFO
dipilih Mr T. Bahriun dari Negara Sumatra Timur yang pro Belanda
dengan wakilnya yakni M. Hanafiah. Belanda pun mengangkat Mr. A.J.
Vleer sebagai sekretaris BFO. Pokok pembicaraan yang ditetapkan
Anak Agung yakni menyusun rancangan peraturan pembentukan
pemerintahan peralihan yang dinamakan Federale Interim Regering
(FIR). Dalam diskusi-diskusi yang berlangsung selama tiga hari, masalah
turut sertanya RI dalam FIR juga sudah disinggung, terutama oleh wakil-
wakil dari NIT dan pasundan. Dalam hal ini, Anak Agung berpendapat
bahwa ”.... suatu pemerintahan di Indonesia tanpa RI akan selalu
pincang jalannya”. Namun diputuskan apabila RI tidak berkenan ikut,
menurut Anak Agung, FIR harus tetap dapat dibentuk. Setelah itu akan
diadakan pembicaraan segitiga antara FIR, Belanda dan RI untuk
memikirkan bagaimana agar RI menjadi bagian dari FIR. Pada 15 Juli
1948 BFO mengeluarkan resolusi yang terdiri atas 26 pasal sebagai
rancangan pembentkan FIR.
Sebelum Agresi Militer Belanda Kedua, BFO menjalin kerjasama
dengan kabinet Belanda di Den Haag untuk membentuk pemerintah
interim (peralihan) sesuai persetujuan Renville. Rencana BFO oleh
kabinet Belanda dipadukan dengan rencananya sendiri menjadi
“Peraturan pembentukan Pemerintah Interim di Indonesia”
(Bestuursregeling Indonesie in Overgangstijd/BIO). Sebelum
dilaksanakan, rancangan itu dibicarakan terlebih dahulu dengan RI agar
RI bersedia menerimanya. Namun, ketika delegasi kabinet Belanda
mencoba membandingkan pembentukan pemerintah interim dengan
pihak RI di Kaliurang, ternyata RI menolak. Akhirnya Belanda sekali lagi
melancarkan Agresi Militernya yang kedua pada Desember 1948.
Pada 28 Januari 1949 DK PBB mengeluarkan sebuah resolusi
yang menganjurkan Belanda dan RI menghentikan tembak menembak,
memerintahkan Belanda membebaskan para pemimpin RI dan
memulihkan kekuasaan mereka di Yogyakarta, serta membentuk
149