Page 29 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 29

secara bergantian di keempat kota ini menjadi perangsang juga dalam
                dinamika  hubungan  keilmuan  internasional.  Memang  secara  resmi
                Yogyakarta  hanya  diwakili  oleh  dua  orang  ilmuwan  (Sartono  dan
                Taufik),  tetapi  setiap  pertemuan  selalu  dihadiri  ilmuwan-ilmuwan  lain
                dari  keempat  negara.  Akhirnya  bolehlah  dikatakan  bahwa  sejak
                keikutsertaan Indonesia dalam IAHA 1972 di Manila keterlibatan dalam
                berbagai  corak  pertemuan  internasional  telah  semakin  merupakan  hal
                yang  rutin  bagi  sebagian--  andaikan  masih  belum  bersifat  umum--
                sejarawan Indonesia.
                          Sekian banyak aktivitas akademis domestik dan internasional
                yang  lain  tentu  bisa  juga  diungkapkan.  Tetapi  hal-hal  di  atas  telah
                membayangkan  betapa  perkembangan  ilmu  sejarah  di  tanah  air  telah
                semakin  meningkat  juga.  Dalam  beberapa  kali  kesempatan–pada  hari
                pembukaan  Konferensi  Sejarah  Nasional,  pengurus  MSI  secara  resmi
                memberi  penghargaan  kepada  cendekiawan  yang  telah  menyumbang
                dalam perkembangan pengetahuan sejarah tanah air, meskipun secara
                ―formal‖  mereka  bukanlah  sejarawan.  Jenderal  Nasution,  yang   telah
                menulis  beberapa  jilid  Sejarah  Perang  Kemerdekaan  Indonesia,  Ali
                Hasymi  (penyair-ilmuwan  yang  juga  mantan  Gubernur  Aceh)  yang
                banyak menulis tentang berbagai aspek dari sejarah Aceh, Rusli Amran,
                yang  telah  menulis  tiga  jilid  (  meskipun  dengan  judul  yang  berbeda-
                beda)  tentang  Perang  Padri  (1803-21  &  1821-37)  dan  sejarah
                Minangkabau  di  peralihan  abad  19  dan  20,  Resink,  yang  benyak
                menulis  tentang  aspek  hukum  internasional  dari  dinamika  sejarah
                Indonesia,  dan  Rosihan  Anwar,  seorang  wartawan  senior,  bukan  saja
                menulis  sejarah  pers,  tetapi  juga  berbagai  kisah  sejarah  dari  zaman
                kolonial  dan  masa  awal  kemerdekaan,  adalah  beberapa  tokoh  yang
                dengan resmi mendapat pengakuan dari  MSI.
                        Maka sebuah pertanyaan sensitif pun akhirnya tertanyakan juga.
                Bukankah  Orde  Baru,  seperti  halnya  dengan  Demokrasi  Terpimpin,
                adalah    juga    sesungguhnya    ―negara    serakah‖,    yaitu    suatu    sistem
                kekuasaan yang ingin menguasai nyaris kesemua dimensi kehidupanan
                sosial-politik?  Tampaknya  benar  demikianlah  halnya,  tetapi  sikap  –
                hegemoni Orde Baru terhadap penelitian dan penerbitan kisah sejarah
                boleh dikatakan ―selektif‖ dan bahkan cenderung pula bercorak gradasi.
                Ada  peristiwa  yang  secara  total  harus  dikuasai  sang  penguasa    atau
                wakil  Orde  Baru,  tetapi  ada  juga  peristiwa  yang  terkena  penguasaan
                yang selektif saja dan – untungnya—banyak juga yang dibiarkan



                                                                                   1
                                                                                   7
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34