Page 24 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 24

Pengayaan Materi Sejarah


                ke depan.  Maka  bisalah  dibayangkan  bahwa  praktis  semua  makalah
                yang  diajukan  dalam  seminar  ini    bernafaskan    hasrat    dan    usaha
                melakukan  rekonstruksi  kesejarahan  dari    peristiwa–peristiwa    tertentu
                yang  telah  dijadikan  sebagai  pilihan.  Atau  berusaha  memberikan
                pemahaman  dan  interpretasi  baru  tentang  peristiwa  sejarah  yang  telah
                menjadi  accepted  history.  Pertemuan  ilmiah  nasional  ini    menghasilkan
                dua  putusan  penting,    yaitu    pembentukan    M.    S.    I.    (Masyarakat
                Sejarawan  Indonesia)  dan  penulisan  Sejarah  Nasional  Indonesia  (S.N.I),
                yang  terdiri  atas  6  jilid    .    Entah    direncanakan,    entah    tidak,    tetapi
                memang komposisi pimpinan organisasi (MSI) dengan team editor dari
                S.N.I  adalah  para  ilmuwan  yang  sama.  Prof.  Sartono  dipilih  sebagai
                ketua  M.S.I  dan  sekali  gus  ia  adalah  pula  Editor    Umum    dari    S.N.I
                Tetapi  ketika  periode  perubahan  kepengurusan  MSI  telah  datang,
                sebuah  ―tragedi‖  (ataukah  lebih  baik  disebut  saja  ―kemelut  integritas
                keilmuan‖?)  terjadi  pada  S.N.I.  Semua  penulis  jilid    V    (zaman
                pergerakan  kebangsaan)  kecuali  asisten  kelompok,  mencoret  nama
                mereka,  meskipun  tulisan  mereka  tetap  diterbitkan.  Suasana  ini
                berlanjut  juga  karena  pada  cetakan  yang  ketiga  Prof.  Sartono,  sang
                pencetus ide dan ketua dewan redaksi , juga mengahapus  namanya.
                        Terlepas  dari  segala  kritik  etis  dan  perdebatan  akademis  di
                sekitar  buku  yang  dikatakan    ―standard‖  ini,    S.N.I.  mengalami  ulang
                cetak dan revisi beberapa kali. Hanya saja kalau direnungkan bukankah
                masa  lalu  ,  yang  dikenang  dan  direkonstruksi  sejarah  itu,  adalah  pula
                pentas  tempat  terjadinya  segala  macam  corak  ironi?  Maka  bisalah
                dikatakan  bahwa  betapapun  kritik  atas  usaha  Orde  Baru  untuk
                menguasai  ingatan  dan  pengetahuan  sejarah  secara  sah  bisa
                dilayangkan,  tetapi  zaman  di  masa  rezim  Orde  Baru    baru
                menginjakkan  kaki  kekuasaannya  adalah  pula  sesungguhnya  masa
                ketika ilmu sejarah dan studi sejarah tanah air tumbuh dan berkembang
                dengan  cukup  baik.  Ironis,  mungkin,  tetapi  ternyata  Orde  Baru  hanya
                ingin  menguasai  rekonstruksi  dari  peristiwa-peristiwa  tertentu  dalam
                sejarah  tanah  air  dan  corak  interpretasi  tentang  beberapa  peristiwa
                sejarah lain.
                        Tetapi bagaimanapun juga dalam masa pemerintahan Orde Baru
                ini berbagai macam peristiwa dan kejadian dan berbagai corak dinamika
                sejarah  yang  terjadi  di  hampir  semua  wilayah  tanah  air–mulai  dari
                sejarah  revolusi  di  daerah,  kota-kota  penting  di  daerah,  pergerakan
                nasional, riwayat hidup para tokoh dan pergerakan nasional dan



                12
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29