Page 30 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 30

Pengayaan Materi Sejarah


                sepenuhnya berada ― di tangan‖ para sejarawan. Karena itu janganlah
                heran  kalau  ukuran  dari  semua  ini  berkaitan  dengan  rekonstruksi  dari
                peristiwa  apa  yang  disebut  G-30-S/PKI.  Rekonstruksi  dan  interpretasi
                tentang sebab-proses-dan akibat dari peristiwa yang terjadi pada tahun
                1965  ini  boleh  dikatakan  total  berada  dalam  dominasi  penguasa.  Jadi
                bisalah dimaklumi juga kalau sedikit sekali studi yang menyangkut krisis
                kemanusiaan  yang  terjadi  di  berbagai  wilayah  pedesaan  di  saat
                peralihan  kekuasaan  menjadi  objek  penelitian.  Andai  pun  ada  –  dan
                memang  ada  juga  satu  dua—studi  itu  dikerjakan  sebagai  tesis  di
                universitas luar negeri. Di samping itu nasib mereka yang terkena
                ―golongan A, B,   bahkan juga C‖, juga berada di luar wilayah penelitian
                akademis  yang  terbuka.  Maka  janganlah  heran  kalau  studi  atau  usaha
                rekonstruksi tentang peristiwa-peristiwa yang ingin dikuasai negara itu
                jatuh  ke  tangan  para  peneiliti  asing.  Ilmuwan  Indonesia  praktis  hanya
                dimungkinkan untuk memperdebatkan – setuju atau tidak—hasil karya
                peneliti asing itu.
                        Selain  kejadian-kejadian  di  sekitar  peristiwa  G-30-S/PKI  itu  ada
                kejadian  di  masa  revolusi  yang  berada  di  bawah  penguasaan  sang
                penguasa.   ―Peristiwa   1   Maret,   1949‖   (ketika   Soeharto   memimpin
                penyerbuan  ke  Yogyakarta  di  pagi  hari)  di  masa  Agresi  Kedua
                (Desember1948-Juni1949),  umpamanya,  jangan  sampai  terlupakan
                dalam  kisah  tentang  ―perang  kemerdekaan‖.  Di  samping  itu  ada  juga
                kejadian  dan  peristiwa  yang  sesungguhnya  bisa  dianggap  sebagai
                kebanggaan  bangsa  tetapi  rezim  penguasa  –entah  sengaja,  entah
                kebetulan  saja--cenderung  melupakannya—  sejarah  PDRI  (Pemerintah
                Darurat Republik Indonesia) umpamanya. Meskipun Pemerintah Darurat
                ini  adalah  lembaga  resmi  yang  menyambung  legitimasi  kehadiran  R.I.
                sebagai  sebuah  negara,  setelah  Presiden,  Wakil  Presiden  dan  sekian
                banyak  para  menteri  berhasil  ditangkap  dan  ditawan  Belanda,  tetapi
                baik  Demokrasi   Terpimpin  maupun  Orde   Baru   cenderung   bersikap
                ―pura-pura   lupa‖   saja.   Bukankah   yang   tampil   sebagai   tokoh   utama
                dalam  peristiwa  ini  adalah  Mr.  Sjafrudin  Prawiranegara?  Ia  adalah
                ―Ketua PDRI‖, yang praktis telah menjalankan tugas kepresidenan, tetapi
                kemudian dicurigai secara politik.

                        Ada  juga  memang  berbagai  aspek  dari  sejarah  modern  yang
                menjadi  lapangan   ―persaingan  yang  terbuka‖.  Orde  Baru  yang  berada
                di bawah dominasi militer cenderung melihat rangkaian peristiwa yang
                biasa   disebut     pengamat   asing   ―national   revolution‖,   sebagai



                18
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35